Belakangan, ramai dibicarakan mengenai adanya pelarangan berjilbab bagi para polisi wanita. ‘Larangan’ tersebut, sebagaimana dirilis detikcom, berpangkal dari Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri. Awalnya, topik ini menjadi ramai karena adanya ungkapan dari para polwan dan wanita TNI. Bisa dibaca di Republika.
Berbagai respon muncul, ada yang setuju agar Polri memberikan izin bagi polwan muslimah untuk berhijab, ada juga yang menganggap aturan tersebut sudah benar. Salah satunya darikomentar temennya teman saya di facebook, which sounds like this:
tapi dilain sisi apa yg dibilang pak wakapolri ada benernya. kalo dibalik nih sekiranya ada polwan pake baju biarawati gmn perasaan yg muslim atau malah ada polisi yg juga biksu yang maksa pake atribut keagamaannya juga ? .. bagusnya memang posisi aparat negara itu netral. karena penggunaan jilbab itu meski hak asasi manusia tetapi merupakan atribut keagamaan. dikhawatirkan kalo ada perang suku/agama, akan menyulitkan serta menyudutkan institusi tsb sendiri karena simbol keberpihakannya.
Sounds a lil bit weird, no?
Bagi saya, iya.
Pertama, bagi kami para muslimah, perihal berjilbab bukanlah semata perkara hak asasi. More than that, berjilbab adalah bentuk ketaatan kami pada Allah, seperti kami melakukan shalat 5 waktu, shaum di bulan Ramadhan, membayar zakat, taat pada suami, dan kewajiban-kewajiban lain yang telah Allah perintahkan, yang bersumber dari AlQur’an dan hadits. Jadi, berjilbab isn’t merely atribut keagamaan. Bagi beberapa orang barangkali iya, ketika jilbab hanya dikenakan jika mau pergi ke acara pengajian, melayat, atau saat akan berangkat shalat Ied saja.
Namun sejatinya, tidaklah demikian hukum menutup aurat bagi muslimah. Ketika bekerja pun, kami wajib berjilbab. Ya, itu hak kami sebagai muslimah. Aurat kami hanya berhak kami tampakkan kepada yang berhak melihatnya. Jika sengaja kami tampakkan aurat pada yang bukan mahram, maka kami akan menanggung konsekuensi karena telah melanggar perintah Allah. Demikian 
Jadi, jilbab bagi polwan bukan semata hak asasi atau atribut keagamaan. Ini tentang taat pada Allah dan menjalankan syari’at agama. Bukankah dalam Pasal 29 UUD 1945 disebutkan:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Lagipula, jilbab bagi polwan Insya Allah takkan mengganggu kinerja mereka 
Kedua, jika memang kemudian ada polwan kristiani, hindu, budha, katolik, juga ingin menggunakan atribut keagamaan masing-masing, ya monggo. Jika tidak mengenakan atribut-atribut tersebut melanggar aturan agama masing-masing, kenakanlah. Karena dalam Islam, ketika wanita tidak berjilbab, artinya melanggar perintah Allah sebagaimana tertera dalam QS Al Ahzab ayat 59 dan QS An Nuur ayat 31. Begitu ^^
Jika boleh membandingkan Indonesia dengan negara lain seperti Swedia, Inggris, dan Australia, maka pelarangan berjilbab bagi Polwan ini benar-benar menyedihkan. Karena, di Australia, yang kita tau bukan merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sejak 2008 sudah punya Polwan berjilbab. Indonesia? *sigh* 
Baiklah. Kalau kita simak pernyataan dari Kapolri di detikNews sih, kata beliau peraturan dalam Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri masih bisa berubah. Semoga saja segera berubah, dan para polwan muslimah bisa segera menjalankan kewajiban mereka untuk berjilbab 
lah saya jadi mau bertanya..kapolri-nya itu islam beneran atau nggak sich..kalau beneran...pastilah tidak akan melarang polwan berjilbab,,,itu kalau islam beneran ya...bukan islam KTP ...salam
ReplyDeleteBanyaknya kasus pelecehan juga banyak faktor penyebabnya. Bisa dari wanita yang bersangkutan yang kurang bisa menjaga dirinya, atau ada faktor lain diluar kekuasaan dirinya seperti atasam dan masih banyak lagi. Ini memang perlu kajian mendalam mengapa sampai terjadi pelecehan semacam itu. Meminimalisir godaan adalah langkah preventif. Sebagai Muslim saya dukung program Polwan Berjilbab. Tak ada tawar menawar
ReplyDeletesaya masih pada posisi ceria...jadi nggasempet baca soal jilbabnya.
ReplyDeletekali ini cuma pengan melepaskan kangen pada sohib blogger sedunia sambil mengabarkan pada dunia...saya telah kembali dari medan pertempuran...berkat do'amu jua'lah, saya menang lagi
menurut saya, ini hanya pengalih perhatian masayarakat saja Mbak Din, kasus-kasus besar seperti korupsi di kepolisian, kasus simulator SIM yang melibatkan pembesar-pembesar POLRI berusaha ditutup-tutupi biar masyarakat lupa, makanya dibuatlah keputusan yang SENSITIF seperti ini.
ReplyDeletebagi saya yang muslim, jilbab, hijab wajib hukumnya. tengok saja secara logis, tentu hijab yang memenuhi syariat, bagi wanita akan sangat menjaga, melindungi wanita. menghindarkan fitnah, pelecehan seksual, dan menjaga wanita dalam arti sesungguhnya, misal dari paparan panas dan debu.
makanya aneh banget kalau muslimah kok nggak berhijab. suatu tanda tanya besar...
Mbak, rekan2 rencana mau mewujudkan impian punya blog gede atau bisa-bisa web KPK. tulis data (nggak harus data, hehe) yang bisa ditayangin di situs tersebut dong..
ReplyDeletekirim ke email saya, ditunggu ya, mumpung Mas KS menawarkan jasa baik dan sedang khilaf.
perlu dipertanyakan kalo memang jilbab dilarang dalam kepolisian RI, apakah kapolri-nya itu muslim beneran atau hanya sekedar muslim ktp, atau jangan2 kapolrinya sebenarnya bukan muslim tapi dia adalah seseorang yang menyamar sebagai seorang muslim
ReplyDeleteMbak dini ini apa kabarnya ya??
ReplyDelete