Masih sering sekali saya baca dan dengar, beberapa orang keliru dalam diksi. Entah sengaja keliru, entah tidak tau, entahlah.
Adalah autis, kata yang sering disalahgunakan dan dianggap jokes oleh sebagian orang.
Dan sejenisnya.
Pernah dengar dan baca yang demikian juga kan?
Jujur saja, saya sangat risih dan terganggu dengan penyalahgunaan kata 'autis' tersebut. Yang pertama saya bayangkan ekspresi wajahnya bukanlah orang yang dituduh autis, tapi seorang ibu atau ayah, yang qodarullah, anaknya terlahir dalam kondisi autis.
Seperti cerita di halaman kompasiana ini seorang kakak yang memaparkan betapa justru adiknya yang autis itu jenius, dan pilu hatinya ketika mendengar 'autis' malah dijadikan bahan becandaan.
Kita semua pastilah sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa autis, down syndrome, epilepsi, dan jenis disorders lainnya yang sering dijadikan bahan olok-olok oleh sebagian alay tak bertanggungjawab, adalah kondisi yang tak seorangpun inginkan. Tak ada seorang calon ayah yang ketika istrinya sedang hamil, berharap agar anaknya kelak mengidap autis, down syndrom, atau penyakit apapun kan?
Ya, autis bukan bahan becandaan. Waspada jika mulai terbiasa, atau bahkan mulai nyaman menggunakannya, ternyata malah jadi doa. Na'udzubillahimindzaliik. Segera hentikan kebiasaan buruk itu mulai sekarang.
Adalah autis, kata yang sering disalahgunakan dan dianggap jokes oleh sebagian orang.
"Lagi bosan nih nungguin teman. Lama amat. Udah kayak orang autis nih mainkan hp terus daritadi"
"Si itu tu tiap hari kerjaannya ngadap hp, sibuk sorang, meng-autis terus"
Dan sejenisnya.
Pernah dengar dan baca yang demikian juga kan?
Jujur saja, saya sangat risih dan terganggu dengan penyalahgunaan kata 'autis' tersebut. Yang pertama saya bayangkan ekspresi wajahnya bukanlah orang yang dituduh autis, tapi seorang ibu atau ayah, yang qodarullah, anaknya terlahir dalam kondisi autis.
Seperti cerita di halaman kompasiana ini seorang kakak yang memaparkan betapa justru adiknya yang autis itu jenius, dan pilu hatinya ketika mendengar 'autis' malah dijadikan bahan becandaan.
Kita semua pastilah sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa autis, down syndrome, epilepsi, dan jenis disorders lainnya yang sering dijadikan bahan olok-olok oleh sebagian alay tak bertanggungjawab, adalah kondisi yang tak seorangpun inginkan. Tak ada seorang calon ayah yang ketika istrinya sedang hamil, berharap agar anaknya kelak mengidap autis, down syndrom, atau penyakit apapun kan?
Ya, autis bukan bahan becandaan. Waspada jika mulai terbiasa, atau bahkan mulai nyaman menggunakannya, ternyata malah jadi doa. Na'udzubillahimindzaliik. Segera hentikan kebiasaan buruk itu mulai sekarang.
Jadi, kalau besok-besok kita melihat teman yang asyik sendiri maen hp, gadgeting from the morning till drop, jangan dikatain autis lagi ya. Diganti pake istilah lain saja: "gadget freak" kah itu, atau "manusia maya di dunia nyata" juga boleh instead of pointing them have autism while they don't have. Oke oke? *winkwink*