Ceritanya, siang tadi saya mau baca buku yang kemaren saya donlot dan print. Kerasa agak kurang nikmat dibaca dengan bentuk demikian *belum dijilid*. Maka, saya pun pergi ngejilid buku mini berjudul “Biarkan Dakwah Bermetamorfosa” itu ke tempat fotokopi yang ngga jauh dari rumah *tapi yang ngga di depan rumah supaya ngga jalan kaki* :p skaligus juga ke supermarket untuk belanja buat bekal outbond esok hari.
Sembari menunggu bukunya selesai dijilid, saya pun ke supermarket. Dalam perjalanan menuju supermarket itu, gyahahahaha :r *eh, apaapaan ini?! Belum cerita udah ketawa ajah!* hmm lucu betul, kawan. Saya ngeliat plang tulisan begini bunyinya: Pijat Tradisi Onal. Sebetulnya, menyadari keganjilan plang tersebut sudah sejak jaman saya masih es em a. Saya mafhum *ato mahfum sih?* kalo maksut dari si empu tempat pijat itu adalah: Pijat Tradisional. Akan tetapi, karena papan kayu untuk dijadiin plang itu ga cukup untuk menuliskan kata “Tradisional” menjadi satu baris, maka jadilah kata ‘Tradisi’ dan ‘Onal’ terpisah di plang itu. Apakah saya akan berkata ini adalah pemerkosaan terhadap bahasa?
Well, well. Sebagai mahasiswi yang akan segera hengkang dari kampus dengan spesialisasi studi jurusan bahasa dan seni, maka izinkan saya beropini bahwa itu adalah sebuah pemerkosaan bahasa yang dilakukan karena terpaksa, bukan karena disengaja. Mohon maaf untuk temanteman yang belum terbiasa mendengar istilah ‘pemerkosaan bahasa’. Silahkeun didefinisikan sendiri saja istilah itu. Mengenai pemerkosaan bahasa ini, sering sekali saya temukan di jalanan, di dunia maya, di blog teman, bahkan di blog saya sendiri!! Hehe…
Ketika saya KKN *Kuliah Kerja Nyata* tahun lalu pun, saya menemukan sebuah plang yang cukup memperkosa bahasa. Sedih sekali melihat fakta dan realita bahwasanya masih ada beberapa orang yang belum tau bahwa ‘voucher’ itu seharusnya ditulis dengan huruf V.O.U.C.H.E.R, bukan FOCER :(. Anyway, toh lagilagi ini masalah homofon. Bunyi sama, nulisnya aja beda. Sama lah dengan kalo saya bilank dengan saya bilank *ga mau kalah mode: on*.
Sebetulnya, yang ginian adalah perkara diksi juga. Bagaimana kita memilih kata agar kemudian terangkai menjadi sebuah kalimat cantik dan menarik, indah mempesona, terekat erat dalam kepala semua orang yang membaca. Salah memilih diksi, maka akan muncul beragam persepsi. Untungnya saja, untuk kasus yang saya angkat kali ini, diksinya tepat tapi yang kurang tepat adalah lokasi *hmm, berikutnya kayaknya saya akan pusing sendiri nyari diksi yang berakhiran ‘si’* hehe..
Anyway, bicara tentang pemilihan kata, saya acungkan 2 jempol untuk rekan seperduniamayaan dan seperfesbukan, mbah mbelgedez. Tiap tulisannya mengandung diksi vulgar yang sarat makna. Mengerikan namun representative. Benar-benar tokoh antagonis dunia maya!!
disuruh mampir. ya saya mampir.
ReplyDelete.
ReplyDeleteMasoollo....
Kena depak lagi sayah di sinih...
@ ihsan, ini san jus mangganya... seger kan? makasi ya dah mampir..
ReplyDelete@ mbel, itu sebagai balesan kespeechlessan saya atas ngomenin tulisantulisan mbah mbel :p
http://mundobellas.blogspot.com/
ReplyDelete