
Jangan khawatir. Tidak akan ada pemaksaan lagi dalam postingan kali ini. Tidak ada paksaan untuk memilih nomor berapapun. Sekarang saya mau nostalgila dulu. Mau review tulisan. Tulisan-tulisan saya rupanya cukup memotivasi juga ya *pede mode on*. Yea, paling tidak untuk saya sendiri.
Seringkali dan sangat sering sekali saya ngomong ke beberapa orang temen, yang memunculkan sinyal mau bikin saya 'sakit': "Kenapa? Kamu mau nyakitin saya? Gapapa, sakitin aja. Saya dah sering disakitin orang untuk urusan semacam ini. Dah terbiasa". Well, sounds so much arrogant, and very much stupid as well.
Pemikirian orang pinter sih, jelas ga ada yang mau disakitin. Pun saya juga begitu. Siapa yang mau disakitin orang? Ga ada. Saya juga nggak. Tapi, urusan sakit menyakiti ini mau tidak mau membuat saya mengingat kembali postingan saya berikut
ini:
Saya masih mencatat sebuah rasa senang yang terjadi pada saya, tepat pada tanggal ini, 30 Desember, 2 tahun yang lalu. Sebuah rasa senang terlintas sesaat, tak lagi bisa saya rasakan seperti saya masih bisa membaca catatannya pagi ini. Berbeda, senang saat itu dan perasaan yang sedang saya rasakan pagi (dini) hari ini. Barusan saja saya selesai nonton film Harry Potter and The Chamber of Secret. Saya tidak ingat, sudah berapa kali saya nonton sekuel Harry Potter yang kedua itu. Yang pasti, belum pernah saya merasa bosan menyaksikan wajah Daniel Radcliffe yang tampan *haha*. Dan, pelajaran yang bisa saya ambil dari film itu adalah penggalan kalimat bijaksana yang keluar dari mulutnya Albus Dumbledore:
Bukan di mana kita berada yang menentukan siapa diri kita,
tapi pilihan kitalah yang menentukan siapa diri kita.
Ya, mau tidak mau saya sedikit mengingat sebuah lagu yang sangat saya sukai, liriknya dan tempo lagunya yang pas: BIP, Ternyata Harus Memilih. Marilah kita menyetujui apa yang dikatakan oleh Albus Dumbledore di film Harry Potter yang barusan saya tonton. Tepat sekali dengan keadaan umat manusia saat ini. Ada begitu banyak pilihan, terkadang pun hanya 2, tak jarang, klaim tak ada pilihan meluncur pula. Yah, tanpa kita sadari, sesungguhnya kita hidup dalam beragam pilihan. Pilihan kitalah yang pada akhirnya menentukan, jati diri kita yang sesungguhnya. Lantas, apa hubungannya pilihan-pilihan dengan rasa senang saya 2 tahun atau 1 tahun yang lalu? Yeah, walaupun saya tidak bisa rasakan lagi betapa senangnya saya pada 30 Desember 2005, paling tidak hari ini saya kembali tersentak, sedikit dibuat sadar oleh film yang saya tonton bahwa 2 tahun lalu, hari ini, dan mungkin 2 tahun yang akan datang, sayalah yang memilih sendiri perasaan apa yang ingin saya bawa dalam hati.
Nah, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur *serasa UUD ga sih?*, 2 tahun yang lalu saya telah memilih untuk merasa bahagia dengan kejadian yang telah saya alami. Pun begitu pagi ini. Saya memutuskan untuk memilih merasa bahagia dengan apa yang sudah saya miliki, segala yang telah saya alami di hari-hari lalu, all the things do make me happy. Saya ingin bahagia setiap hari.
Yes, I choose to be happy everyday. Even it will be OK if I have to be happy after being sad. Because being sad means I am in my nice step to be happy everyday.
(Q.S 94:6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
So, again and again, today, I CHOOSE MY own joy in a very my confusing mixed-feeling.
*btw, ini postingan ke 8 di bulan 8 tahun dua ribu 8, terima kasih*