Kalo di Ketapang, teman-teman saya menghibur diri mereka dengan senyuman mentari pagi dan deburan ombak dari tepi pantai sambil makan cokelat, maka saya dengan senang hati mengabari bahwa di lokasi tempat saya KKN, ada atraksi tradisional kuda lumping. Memang tidak begitu terdengar luar biasa. Namun, rasa luar biasa justru saya rasakan sendiri karena saya bisa lihat langsung tepat di depan mata aksi kesurupan pemain kuda lumping. Plus, diajak makan pula sama pak kepala dusun hohoh. Ini liputan yang saya kirim ke Netizen Journalism Volare dan Borneo Tribune.
Paguyuban kuda lumping Samboyo Tarunajaya malam itu menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Jaranan atau kuda lumping adalah peninggalan budaya yang hingga saat ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air. Ketua Paguyuban Samboyo Tarunajaya yang juga Kepala Dusun VI Kebun Jeruk Rasau Jaya I, Bapak Kastam mengatakan bahwa atraksi ini sudah dibawanya ke Rasau Jaya sejak 1980. Sampai saat ini, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Terbukti, malam selasa itu (14/7) ratusan penonton tumpah ruah memenuhi area atraksi tarian tradisional ini.
Atraksi dimulai oleh seorang pemain yang memasuki arena dengan membawa sebatang lampu neon. Neon lantas dikunyah layaknya sang pemain makan kerupuk. Seakan tak terasa sakit, neon tersebut dihabisi walaupun ada darah menempel di serpihan neon putih yang dimakannya. Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya, tarian kuda lumping dilakukan di bawah pengawasan seorang jeger alias ”pimpinan supranatural”. Biasanya, kita mengenalnya sebagai pawang. Sang pawang inilah yang kemudian membawa pemain berikutnya memasuki arena. Empat orang penari masuk menunggangi kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu. Seperti layaknya menunggang kuda sungguhan, mereka juga membawa cambuh. Bunyi cambuk ini menambah semarak suasana hiburan tradisional ini.
Klimaks aksi tradisional kuda lumping adalah saat para pemainnya mulai kerasukan dan mencari ’mangsa’ untuk ditarik ke dalam arena. Konon, penonton yang memakai baju merah lebih menarik perhatian pemain kuda lumping. Malam itu, 6 orang berbaju merah ditarik ke arena dan beberapa diantaranya yang notabene bukan personil paguyuban kuda lumping Tarunajaya ikut menari dan beratraksi karena kesurupan roh halus. Beragam gerak dan aksi yang dilakoni para pemain. Mulai dari makan beling, makan ayam hidup, minum air kembang, sampai pada aksi puncangnya yaitu banteng ketaton. Semuanya membuat para penonton yang sebagian besar warga Rasau Jaya menjadi terkesima.
Kesenian tradisional kuda lumping ini ternyata tak hanya diminati warga Rasau Jaya I saja. Seorang pendatang asal Pontianak yang juga peserta KKN FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, Rivall Rinaldhi rupanya juga menikmati atraksi ini. ”Ini kedua kalinya saya menyaksikan atraksi kuda lumping ini. Tapi, yang kali ini menjadi pengalaman pertama untuk saya bisa menyaksikan kuda lumping secara langsung, lebih dekat dan luar biasa seru,” ujar mahasiswa program studi pendidikan Bahasa Inggris ini. Rivall sempat menyayangkan dirinya tidak ’dipilih’ salah satu pemain untuk ikut beraksi di arena malam itu.
Di antara ratusan penonton malam itu, ada pula seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang masih kelas 2 SD ikut asik menikmati hiburan tradisional penuh mistis ini. Sang anak perempuan lucu, Dela Puspitasari menyatakan bahwa ini adalah tontonan yang sangat keren hingga membuatnya rela mempersiapkan diri dengan tidur terlebih dahulu di siang hari demi menyiapkan tenaga untuk bisa menyaksikan kuda lumping hingga usai. Yang lebih mengagetkan, Dela mengatakan bahwa dirinya ingin beratraksi seperti para pemain kuda lumping. ”Aku kalo udah gede pengen jadi jaranan,” katanya dengan logat bahasa Jawa yang medok.
Secara garis besar, begitu banyak kesenian serta kebudayaan yang ada di Indonesia diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang bangsa Indonesia hingga ke generasi saat ini. Sekarang, kita sebagai penerus bangsa merupakan pewaris dari seni budaya tradisional yang sudah semestinya menjaga dan memeliharanya dengan baik. Tugas kita adalah mempertahankan dan mengembangkannya, agar dari hari ke hari tidak pupus dan hilang dari khasanah berkesenian masyarakat kita.
Satu hal yang harus kita waspadai bahwa Indonesia masih terus dijajah hingga sekarang dengan masuknya kebudayaan asing yang mencoba menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa bangkitlah bersama untuk mengembalikan kembali kebudayaan yang sejak dahulu ada dan jangan sampai punah ditelan zaman modern ini. Untuk itu, kepada Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar secara terus-menerus menelurusi kembali kebudayaan apa yang hingga saat ini hampir tidak terdengar lagi, untuk kemudian dikembangkan dan dilestarikan kembali nilai-nilai kebudayaan Indonesia. (dhz)
dah syahadat agi blm ?
ReplyDeletetadak 2 kali en nonton barang ini.
ReplyDelete"Asyhadu alla ilaa ha illallah. Wa Asyhadu anna muhammadarasulullah"