dhz tweets fb dhz dhz on pinterest dhz g+ dhz socmed dhz blogs dhz is ... Home Home Image Map

Saturday, 29 September 2007

Koperasi atau Organisasi?

Berorganisasi di kampus memang begitu menyenangkan. Mahasiswa yang tidak berorganisasi atau sekedar kuliah saja dianggap tidak memanfaatkan ’masa emas’ mereka. Setuju, saya sangat setuju. Saya sendiri berorganisasi dengan sangat bahagia di kampus tercinta. Organisasi membuka jalan pikiran kita. Organisasi membimbing mahasiswa menjadi lebih kritis di kelas, namun tetap beretika. Organisasi menjadi jalan tempat mahasiswa beraspirasi saat ada hal-hal janggal terjadi di kampus. Nyaris, organisasi menjembatani segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan ’dunia atas’ (baca: jurusan, fakultas, maupun universitas). Bahkan, organisasi pula lah yang menjadi media awal diletakkannya aspirasi rakyat kecil menjadi sebuah konsiderasi yang layak dipertimbangkan.


Di dalam sebuah organisasi, sejauh yang saya jalani, saya mengenal apa yang disebut sebagai Ketua atau Direktur, Sekretaris, Bendahara, beberapa Manager Divisi dan staff divisi tersebut. Di organisasi yang lebih tinggi lagi, seperti BEM, saya mengenal Presiden, Wakil Presiden, Sekretaris Kabinet, dan jabatan-jabatan lain yang tak berani saya sebutkan di sini.


Saya yakin bahwa semua organisasi kampus di seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia, pasti memiliki visi dan misi. Organisasi yang baik, menurut senior saya ketika upgrading pengurus organisasi himpunan kampus, harus memiliki tujuan yang jelas. Harus ada visi dan misi yang satu. Visi dan misi yang menyatukan persepsi dari kepala-kepala berbeda. Visi dan misi yang dapat mengembangkan organisasi kampus, bukan menumbangkan!


Sayang sekali, tragis barangkali ketika menemukan sebuah organisasi malah hampir tumbang akibat terlalu mengedepankan ’prinsip kekeluargaan’ di dalamnya. Kata ’kekeluargaan’ mengingatkan saya pada pelajaran kelas 2 SMP, tentang Koperasi. Koperasi artinya terbukanya akses dan kesempatan anggotanya untuk meminjam uang dengan jumlah tertentu, dengan aturan yang jelas, dengan deadline yang dapat dipertanggung jawabkan. Itu KOPERASI. Namun jika organisasi? Apakah ’kekeluargaan’ yang diusung mewakili hati beberapa anggota untuk meng’koperasi’kannya?


Sangat bagus sekali jika kalimat ’dengan aturan yang jelas’ dan ’dengan deadline yang dapat dipertanggung jawabkan’ versi Koperasi bisa dipatuhi. Yeah, harapan tinggallah harapan ya barangkali? Benar-benar hanya harapan. Tema kekeluargaan yang bisa dikedepankan sebagai ’dalil’ untuk memunculkan sense of belonging antar anggota malah dijadikan ’dalih’ untuk hal lainnya. Saya sungguh bingung! Dan tentu saja sedih.

Kekeluargaan dalam berorganisasi itu perlu. Bahkan, seperti yang saya singgung, tema kekeluargaan bisa memicu munculnya sense of belonging bagi pengurus organisasi. Bayangkanlah sebuah organisasi yang sudah seperti keluarga sendiri. Hangat dan aman di dalamnya. Menyenangkan dan tidak ingin keluar darinya. Namun, kekeluargaan yang setengah-setengah dan sekedar menaruh idealisme untuk kepentingan sendiri rasanya tidak pantas ditempatkan di organisasi yang ingin dimajukan *katanya*. Haruslah benar-benar kekeluargaan yang fair untuk diimplementasikan dalam organisasi. Bukan kekeluargaan dalam moment tertentu saja. Omong kosong!


Saya berharap penuh untuk putusnya mata rantai otorisasi dari pihak yang tak bisa menyatu secara hati dan aspirasi. Carilah titik tengahnya. Berikan kesempatan untuk bersama menyampaikan apa yang ingin dicapai. Dengan hati yang lapang, bukan dengan emosi.

2 comments:

  1. yah..organisasi seperti ibu tiri yang membuat kita dewasah..kenapa ibu tiri?yah karna kita dah punya ibu kandung dirumah..he..
    tapi bener deh..baru kutemukan arti teman sebenernya,arti tanggung jawab dan otoritas sejak bergabung di organisasi..
    thanx din, membaca postingan ini mengingatkan kk lagi utk bersyukur banyak2.. ^_^

    ReplyDelete