
Mudah-mudahan, hati kita selalu bersih yaaa....
Wah, sudah tanggal 21.
Tugas-tugas kampus tu jangan dipikirkan, kerjakan!
Ah, sungguh kata-kata yang sederhana namun undeniable. Sekarang menjadi kalimat penyemangat tiap kali saya rasakan tugas-tugas yang berat. Selain juga kalimat singkat dari dosen saya, yang juga dari orang tuanya asal kata-kata itu:
Sekali maju, jangan pernah surut!
Sungguh, memang sekedar kata-kata. Kalau kita simak at a glance, tak akan ada artinya barangkali. Tapi kalau didalami, daleeem banget jadinya. Benar-benar membuat saya semakin semangat. Tapi sayang, tugas kampus sudah selesai semuanya. Dan saya sekarang siap-siap liburan, membiarkan otak ini melepas regangnya. Mungkin ia sudah bosen lihat kertas berantakan di kamar. Mungkin pula ia bosan memerintah jari-jari ini menaruhkan buku-bukunya ke keyboard, terus membiarkannya meng-google hal-hal yang di luar kemauan. Terpaksa!
Namun terpaksa kali ini sangat indah. Terpaksa yang memintarkan deh, sumpah. Kalau saya tidak cari-cari dan tidak usaha kanan kiri depan belakang, yaa apa bedanya saya sama orang yang benar-benar sekedar jualan kecap saja di kelas. Saya harus jadi penjual kecap yang intelek dong! Beda sama penjual kecap lainnya. (Kan, bingung... Kenapa jadi jualan kecap? Ahahaha, soalnya saya suka ngobrol di kelas, dan sama dosen saya – Pak Gatot yang tercinta – saya dibilang jualan kecap! Hiks, sedih deeeh).
----------------------- skip skip skip -----------------------
Kadang pula, saya merasa saya kurang tegas bertindak. Sehingga rasa-rasanya, terasa they are too free with me. Mereka jadi kurang ajar sama saya. Ah, tapi sepertinya itu hanya perasaan saya saja. Toh buktinya, setiap kali saya minta waktu untuk bicara, mereka selalu berikan dan dengarkan, ditambah dengan attention yang menyenangkan hati.
Terima kasih murid-muridku... i luv u all...
Sekarang, otak saya sudah memerintah tangan dan jari jemari ini untuk berhenti bermain-main dengan keyboard, memerintah mata ini untuk lelah melihat layar tipis bercahaya, dan memerintah telinga ini untuk berhenti mendengar Avril Lavigne bernyanyi. Artinya, saya harus segera tidur!
Today? What’s wrong today? Nothing wrong… Everything runs well, OK for all…
Hanya sedikit harapan dan sungguh begitu banyak semangat yang tercurah hari ini. Walaupun tak ada banyak janji yang bisa diberikan, setidaknya masih ada kemauan untuk menunjukkan bahwa kita tidak hanya sekedar yang tampak selama ini saja! Kita tidak sekedar bisa ribut di kelas, having conversation going nowhere
Ya sudah, kalau begitu ayo kita mati saja, tanpa mengerjakan apa-apa! Karena,
Nah, maka perasaan itu, jangan dimatikan pula.
Hari ini Juni... Senang sekali hari ini. Entah karena apa. Senang, senang, senang yang meneteskan air mata.
..karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti orang mati, nyalanya adalah nyala api. Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya..
Maka, haruskan kita tenggelam ke dalamnya? Atau hanyut saja? Lewati sungai itu, dengan bahagia. Atau, biarkan sebuah perahu jadi tempat untuk menunggu? Lagi dan lagi, menunggu yang menyenangkan. Sungguh, menyenangkan. Karena banyak tiupan angin segarkan wajah sampai ke hati.
Should I go out?
Am I supposed to go out?
Or I must go out?
Or I have to go out?
But I’m willing to stay… I am serious asking… seriously, need a serious answer.
Eventhough can’t be one, but I do want to be the one.
The one can feel the LOVE, to stay tune on the LOVE.
Sure, I still dunno what to think and to do coz anything could be the answer.
But I absolutely know, far away, deeply inside this heart, maybe I never care that whatever the answer will be, I’ll stay myself to tune on the LOVE, although he doesn’t allow me to do.
I’m so much passionate, my friend told me that.
My eyes seem saying that I am passionate. I need truly deeply love.
It’s been a long time, it has gone…
no love, no je te’ aime.
I used to cry, I used to be sad, for something that I was not supposed to.
*I was stupid—and am!*
I dun wanna loose it twice. One is enough, and hurt.
But whole the words have cured me well.
Am I gonna be hurt, again?
Is it gonna be hurt? Or I’m gonna make it hurt, for me myself?
Am I that stupid to hurt myself? Answer by yourself!
__diNie.saja__
Many things happened outside the schedule, and many things occurred with happy ending, as tonight. Seneng seneng senang snang sekaliiii… tugas yang saya anggap paling berat, --psycholinguistic—bisa selesai juga ya ternyataa… ahahaha. Allah baik sekali, and it’s right that:
Allah burdens not a person beyond his scope
(Al-Baqarah:286).
Anyway, it’s not the end of everything. Masih ada language testing, masih ada language games and song yang belum selesai. Tapi, jika yang saya anggap paling berat and kayaknya susah aja bisa saya selesaikan –alhamdulillah- yeah, apalagi yang tidak terlalu saya anggap berat yaaa… Sekarang saatnya untuk memperbaiki diri yang kacau, dini!
Masa saya kacau teruws siy berkali-kali? Kan capeee... tapi iyah emang bener de.
Bahwa perasaan semacam ini muncul tenggelam. Timbul tenggelam.
Dan sayangnya, malah lebih sering muncul perasaan yang membuat saya merasa diri saya kacau. Huwwwaaa...
Anyway, seberapa banyak pun saya minta manusia untuk tidak meninggalkan saya, memang benarlah bahwa perlahan-lahan namun pasti, mereka akan beranjak tinggalkan saya, meskipun mungkin bukanlah itu apa yang mereka inginkan. Mereka juga tidak ingin tinggalkan saya, seperti saya tak ingin ditinggalkan. Tapi, kalau Allah udah bilang, ”Kun”, ya berikutnya ”Fayakun”.
Hanya Dia saja yang tak akan tinggalkan saya, even for a second. Dan saya pun sama sekali tak mau ditinggalkanNya. Malah saya yang sepertinya selalu memicu munculnya wacana untuk beranjak pergi meninggalkanNya… tidaaaaaaaaaak….
Maksud saya, bukan meninggalkan secara total. Dan memang tidak akan mungkin bisa yaaa... Iya ya, mana bisa saya lari kemana-mana. Coz He’s always with me, with us, people. Saya sedang terus diawasi, sekarang juga. Jadi, sekarang istirahat dulu aaah… saya ingin diawasi dalam damai.
Saya terlalu banyak bermimpi, dan membiarkan diri saya bermain bersama mimpi saya terlalu dalam, tanpa menyadari bahwa mimpi itu begitu mustahil untuk menjadi nyata... saya terlalu melarutkan diri ke dalam perasaan ini. Saya terlalu bodoh membiarkan diri saya larut dalam mimpi ini. Mimpi yang bahkan tak pantas diimpikan. Sangat tidak pantas. Tapi, saya baru saja selesai simak Hero-nya Mariah Carey... Even Lord knows, that dreams are hard to follow... and I won’t let anyone to tear my dreams away, eventhough I know well, that they are just dreams! Dreams that I wonder whether they will come tomorrow till I find them away in time!
Malam ini, saya kangen entah siapa. Saya saja tidak tau saya kangen siapa. Lalu kenapa tadi saya sms temen saya dan nanya saya kangen siapa ya? Saya aja tidak tau, apalagi orang laen. Ah, goblog!
Apakah harus ada orang untuk dikangenin?
Apakah boleh kita merindukan orang yang sulit dijangkau dan dirindukan?
Apakah boleh kita menantikan orang yang kita sudah tau tidak akan peduli apakah kita menantikan mereka atau tidak?
Apakah boleh (atau bodoh) jika kita melakukan itu semua?
Sepertinya bodoh. Bukannya tidak boleh. Boleh. Dan silahkan, dan boleh.
Tapi bodoh. Goblog. Tidak cerdas. Tidak intellligent. Tidak keluar hero-nya.
Bertahanlah, untuk jadi yang terbaik, walau hanya sekali saja. Siapa tau, yang sekali ini bisa menjadi lebih dari sekali.
Semoga hari ini juga. Tapi sekarang rasanya masih seperti kemarin dee. Iya, soalnya saya belom tidur juga niiy. Jadi, hari baru terasa sama saja seperti hari lama.
Kemarin, saya begitu ceroboh deh. Banyak hal-hal di luar dugaan terjadi. Sebagian menyebalkan, tapi lebih banyak yang menyenangkan.
Mari mulai dari pagi hari (aah tidaaak, ga jadi... Pagi kemarin tidak terlalu indah)
Agak siang dikit, waaah saya senang. Kehadiran saya dinantikan teman-teman saya. Pas masuk ke rumah elisa –yang sangat saya sayangi, banged— saya disapa begitu hangat. Sumpaaah, hangat sekali rasanya sapaan pagi kemarin. Ah, mungkin hanya karena saya sudah lama tidak ketemu mereka ya, jadinya yang biasa-biasa saya anggap hangat ahahaha. Yah, seperti itulah. Mungkin sebagian orang yang berkata: ”sesuatu akan terasa berarti saat dia hilang” pernah merasakan perasaan semacam itu. Saya juga pernah rasakan, baru saja pagi kemarin. Meskipun saya belum kehilangan mereka, dan semoga saja mereka tidak sengaja menghilangkan diri dari peredaran dan lingkaran kehidupan saya. (Ah ahaahaha mau sok mendramatisir keadaan niiy).
Ah, Arif. Padahal saya sayang kamu, rif. Saya sayang semua teman-teman saya yang merokok.
Bagaimana ya cara kasi tau mereka supaya berhenti merokok? Mimpi aja deh din... Tapi, kenyataan bisa berawal dari sebuah mimpi. Nah, siapa tau lewat tulisan ini teman-teman perokok yang saya sayangi sedikit menyadari bahwa apa yang saya bilang ada benarnya. Setuju ya? Iya, setuju saja...
Alhamdulillah, saya belum merokok, tidak merokok juga. Lupakan rokok. Rokoknya sudah selesai.
Uangku, aaah uang begitu cepat habisnya. Nyarinya susah, cape, kadang bosen juga. Tapi abisnya begitu cepat. Uang bisa dicari. Cara mencari uang pun butuh uang juga. Ah, jadinya muter di situ-situ aja.
Uang, oh uang. Uangku kemarin habis banyak sekali (untuk ukuran saya, segitu itu banyak sekali loh). Ah, kalo uang saya itu dituker pake logaman seratus rupiah yang jaman dulu itu, jadinya berapa kilo ya? Untunglah sekarang uang pake kertas saja. Ide siapa sih ya uang dikertasin? Oke banget ya jadinya. Eh tapi...tapi...tapi... jadi ngga sinkron sama kalimat ini: keinginan seseorang itu seperti koin-koin kecil yang dibawa dalam sebuah kantung. Makin banyak yang dimiliki, akan semakin memberatkan.
Sekarang kan udah jarang orang yang mau bawa-bawa koin dalam kantung. Sekarang orang lebih suka bawa uang kertas kan ya? Jujur aja, saya kalo koin-koin kecil biasanya sih buwad bayar parkir, atau untuk beli permen sapi yang bungkusnya ijo itu, atau untuk dikasi ke orang-orang yang membutuhkan... (eitz, angel principle-nya gagal ahahaha). Malahan, sekarang sebagian orang yang banyak duit, bukan koin-koin kecil aja, lebih senang bawa uang dalam bentuk kartu. Gesek sana sini, udah deh, lunas. Ah, itu artinya saya boleh ya punya keinginan sebanyak-banyaknya. Kan saya juga termasuk orang yang males bawa-bawa koin kecil maupun besar dalam kantung.
Uang, oh uang. Kisah uang juga sudah ah. Cerita uang selesai.
Yang terakhir, kangen band. Hah? Kangen band? Ngapain saya ngomongin kangen band?
Oiya, tadi saya dan teman-teman, setelah selesai sama tugas yang menyenangkan, masih ada gitar di ruang tamu, ada buku lagu, dan di dalamnya ada lagu kangen band, dan elisa –lagi-lagi elisa— dengan bangga berkata, ”Aku sekarang suke lagu kangen band, woy” (tapi sepertinya dalam nada bercanda, seperti yang kami lakukan setiap waktu). Saya pengen nangis dengerinnya. Soalnya, dia sendiri yang pertama kali tidak merekomendasikan kangen band ke saya. Jangan denger, katanya. ”Pertama kali dengerin lagu itu –Sudah, usai sudaaaah— kayak lagi denger orang karokean. Eh, ternyata mereka band indonesia juga, dan sudah rekaman!” Saya ketawa aja.
Sumpah, kalo ga hari ini saya dan teman-teman nyanyiin lagu itu, saya ga tau lagu itu totally. Secaranya, tiap kali siaran, ga pernah muterin lagu itu dan emang ga ada dan kalo ada pun, ga akan saya puter. Anyway, itu lagu fenomenal sekali yaa. Sampai-sampai Kangen Band jadi nominasi untuk ikon Musik Indonesia untuk dikirim ke Asia. Mewakili Indonesia yang kucintai ini? (Hela nafas yang panjaaang...)
Teman saya yang lagi hamil hampir 5 bulan, ketika saya paparkan fakta itu, langsung spontan jawab: ”Pindah ke Austalia aja ah” (sepertinya dalam nada iseng saja, seperti yang kami lakukan seringkali). Saya pengen nangis lagi dengernya. Australia kan benci banget sama Indonesia sejak tragedi bom bali. Nanti kalo pindah ke sana, malah ga bisa hidup tenang aman damai sentosa dan sejahtera seperti di sini. Nanti jilbabnya di suruh buka. Kalo anaknya lahir di Australia, dan ketahuan statusnya? Sudah ah. Udah mulai ga nyambung.
Oke, Kangen Band selesai. Kasus di tutup. Matikan laptop, stop playlist lagunya. Eject flash disknya, dan tidur segera! Pagi ini saya siaran, jam 7. dan sekarang pukul 1:13. Tidurlah, dan tidurlah...
1. You know he or she will be there for you no matter what happens.
2. If you start to fall, they will catch you.
3. If you are cold, they will warm you.
4. If you need a hug, their arms will enfold you.
5. If you need a soft word, theirs is the one you will hear.
6. If you need a laugh, they have a joke.
7. No matter what you need, you know they will be there, and they know the same about you.
Bicara tentang literatur, buku,
dan referensi, menarik sekali.
Ternyata bahaya juga ya kalo kita sudah membaca banyak buku. Weitz, kenapa kok bahaya? Bukannya di tugas summary of extensive reading saya sendiri yah yang tulis gini:
The proverb says: a little learning is a dangerous thing. So, if we read a little, then we will be like a frog under the coconut shell. It means that we will have little knowledge only so that we will be narrow-minded. We can read many books to improve our knowledge. They can be books, novel, newspaper or magazine. Even comics!
Ya ya ya setuju kok setuju bahwa memperbanyak membaca artinya memperkaya pengetahuan dalam kepala yang telah diciptakan Allah dengan luar biasa. Tapi hari ini saya melihat sisi bahaya (ternyata ada!) dari akibat banyak ilmu di dalam kepala itu. Keberadaan ilmu yang sebenarnya menjadi ilmu pengetahuan (walaupun tidak kaffah, tidak holistik, tidak menyeluruh) rupanya bisa mengantarkan manusia biasa selevel saya, bahkan yang levelnya diakui lebih tinggi dari saya karena sudah laku *halah dienz cepet to the point* menjadi semacam manusia sombong! Manusia yang tidak mau sebentar saja memberikan keluangan pada orang lain mengajukan pengetahuannya.
Oooo oooo oooo astaghfirullah... ternyata saya juga pernah seperti itu!
Anyway, saya jadi bisa melihat dan merasakan bahwa sikap seperti itu tidaklah menyenangkan. Seakan-akan saya sudah tau segala yang sedang dan akan dibicarakan lawan bicara saya yaaa... betapa menyebalkannya saya selama ini donk? Hikz, tidak tidak tidak. Yeah, teori mengosongkan sebagian memori otak secara temporary pada training yang saya ikuti itu sungguh-sungguh manjur. Sayangnya, hanya pada training itu saja sepertinya yaaa... kenapa susah sekali untuk sebagian orang untuk menjadi pendengar yang baik? Kenapa saya juga seperti itu? Apa benar saya begitu?