Menerima Nasihat dengan Riang Gembira

Postingan ini bakalan bersifat curcol. Dan sepertinya akan panjang. Jadi buat yang mau langsung komen, disilakan langsung ke kolom komen :P

Apakah tulisan di gambar di atas terbaca di layar gadget teman-teman? Jika tidak, maka gambar tersebut berbunyi: "Di antara tanda-tanda benar dalam ukhuwah (persaudaraan) ialah menerima kritikan teman, menutupi aib teman, dan mengampuni kesalahannya - Imam Syafi'i"

Poin pertama adalah teori yang kadangkala suliiiiit untuk diterapkan dalam diri ini. Kritikan, yang dalam hal ini saya definisikan sebagai nasihat agar kualitas kita kian meningkat terutama untuk urusan akhirat, penerimaannya di dunia nyata tidaklah semudah yang kita bayangkan. I mean it, because once I felt it.

Saya ingat, pertengahan tahun 2008, ketika saya menjalani masa KKN bersama beberapa orang sahabat, saya sempat mengalami penurunan kualitas diri. Ah, malu sekaligus sedih rasanya jika ingat masa-masa itu :( Saya yang tadinya rajin dan begitu bersemangat datang ke liqo (kajian pekanan), pelan-pelan mulai jadi malas. Futur. Downgrade.

Satu per satu sahabat-sahabat saya di Gaby Corporation yang saat itu berada dalam 1 area KKN, menasihati saya dengan berbagai cara. Mulai dari diajak ngobrol baik-baik *yang kemudian malah sayanya yang gak mau*, ditelpon sama Sussi yang lokasi KKNnya beda, sampai dengan dinasihati dengan cara yang paling saya tak suka: sindiran. Semuanya mental, membal, saya kalikan nol. Hingga akhirnya saya tak lagi dinasihati para sahabat saya. 

And the time goes by.

Nasihat dari para sahabat saya memang tak ada lagi saya dengarkan waktu itu. Namun saya yakin, mereka mendoakan saya agar kembali semangat berproses menjadi Dini yang lebih baik. Saya yakin di tiap doa rabithoh yang mereka lantunkan pagi dan petang, wajah saya muncul bersamaan dengan lafadz: "...Qodijtama’at ‘alaa mahabbatika waltaqot ‘alaa thoo ‘atika watawahhadat ‘alaa da’watika .... Fa watsiqillahumma rabithataha"

"Berkumpul untuk mencurahkan mahabbah (kecintaan) hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di (jalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syari’at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya ya Allah"

And the du'a went to the place where common people couldn't go. Mungkin berkat doa dari para sahabatlah, Allah bukakan mata saya, sehingga beberapa bulan kemudian saya baru sadar betapa besarnya kasih sayang mereka untuk saya,. Betapa mereka tak mau melihat saya berubah menuju hal-hal yang sebetulnya saya tau betul itu tak baik. 

Maka hingga detik ini, saya saaaangat bahagia dan bersyukur karena dititipi Allah dengan sahabat-sahabat yang tak segan untuk menasihati saya begitu melihat saya berlaku keliru. Bukan sahabat yang segan, takut, atau khawatir saya menjadi marah karena dinasihati. Alhamdulillaah.

Memang demikian kan yang namanya sahabat? Belumlah disebut sahabat mereka yang mengiyakan semua ucapan dan tingkah polah kita, mendiamkan saja bilamana salah. Mereka yang bersedia menegur dengan santun, menasihati dengan etika, memberi tau dengan cinta, seperti yang dilakukan para sahabat saya, that's deserve to be mentioned as best friend.

Karena itulah, berbahagia dan bersukacita-lah ketika Allah titipi kita dengan teman dan sahabat yang MAU menasihati kita, whether or not nasihat itu kelak akan didengar atau diabaikan. Dan bolehlah mulai introspeksi diri ketika degradasi kualitas diri tak lagi menjadi perhatian orang-orang sekitar, dicuekkin, dibiarin saja. Bisa jadi, itu pertanda mereka mulai bosan, atau mungkin saja memang segan mau ngasih tau :)