A adalah Mahasiswa.
B adalah Pengajar/Tutor/Dosen/Guru.
1
A: Miss, bapak itu pangkatnya tinggi loh di *menyebut institusi tinggi di negara ini*
B: Oh ya? *dalam hati, Setiap datang ke kelas selalu telat tapi ya*
A: Iya Miss. Tapi jabatannya tinggi.
B: So?
2
(Via SMS)
A: Selamat pagi, bu. Besok ujian Bahasa Inggris. Boleh minta bantuannya pas ujian ga bu? Lewat sms juga ndak apa.
B: Maaf ya, ndak bisa :)
3
A: Assalamu'alaikum bu, maaf mengganggu. Tapi tolong dong bantuannya nilai Bahasa Inggrisku. Please ya bu.
B: ........... *speechless*, *kemudian SMS diabaikan*
Yes, the dialogues above did and still does happen. And sometimes we, the tutor, teacher, lecturer, don't care with that kinda students' request or statement.
Ketika para siswa/mahasiswa/adult learners berada di kelas untuk mata pelajaran atau mata kuliah yang kami ampu, melewati proses belajar mengajar bersama, kami tak ingin tau apa jabatan mereka. Kami tak ingin tau siapa orang tua mereka, apa jabatan orang tua mereka, berapa penghasilan mereka per bulan, kami sungguh tak ingin tau. Kalaupun kemudian kami tau, tapi sikap di kelas malah bikin ilfil seperti dialog di atas, kan kasian peserta didiknya hehe.
Yang kami mau tau adalah, para peserta didik antusias mengikuti mata kuliah kami. Kalaupun mata kuliah yang kami ajarkan adalah mata kuliah yang kurang disukai, minimal, bersikap wajar-lah di dalam kelas. Begitu.
Thank you, Sussi Nurvianti,
for the real-cold-under-the-catsdogsrain-conversation.
seperti itukah kuliah itu??
ReplyDeletemaklumm..gak pernah ngerasainn.. :D
yoi, begitulah fenomena dunia kampus yang saya alami :)
Deletemasak iya yg ke 3
ReplyDeletekyknya lebay deh :D
sangat ada yang ketiga ini. biasa banget untuk penganut budaya ancur di bumi ini.
Delete@bang rivai, ada banget.. baru dialami teman saya, dan saya juga..
Delete@pak zach, mengerikan ya pak.. sekaligus menyebalkan..
Banget-banget ada. Saya ngalamin juga, justru pas 'cuma' bantu ngajar satu semester di sebuah PT negeri. Sampe ada beberapa mahasiswa yang ngebohongin kalau dia udah begini, begini, begini, sehingga merasa layak untuk dinaikkin nilainya (sementara saya punya bukti-bukti -- untungnya -- bahwa mereka kebalikannya). Ngalamin juga ada beberapa mahasiswa yang mencaci-maki saya via SMS gara-gara saya nggak lulusin mereka.
DeleteTapi yang paling bikin sedih adalah waktu saya ngajar mahasiswa akt' 2011 di Fak. P*rt*n**n dan 90% mahasiswanya gak lulus (walau udah saya bantu naikkin nilainya dari keaktifan mereka jawab soal / diskusi di kelas). Sempat keukeuh walau mahasiswa pada marah-marah. Tapi terus saya ditelepon pihak UPT B*h*** dan menyuruh saya untuk menaikkan nilai mereka. Saya pun menjelaskan kalau itu nilai apa-adanya dan nilai itulah yang layak mereka dapatkan, tapi pihak otoritas tadi tetap memerintahkan saya untuk naikkin nilainya dengan alasan bahwa sebagian besar dari mereka adalah anak daerah (hello?!). Dengan terpaksa semua nilai saya rubah. Saking udah sebelnya, saya SMS mahasiswa fak. tersebut dan bilang bahwa semua nilai mereka palsu belaka. Of course gak ada yang protes lagi.
Bena sekali apa yang disampaikan @mba Diar. Cuma bedanya posisi saya sebaga pelaku yang semprul alias nyeleneh. Saat saya ada mata kuliah Statistik saya tidak lulus alias dapat nila D sampai 2 kali. Saya pun minta kebijaksanaan beliau agar saya jangan sampai dapat nilai D untuk yang ketiga kalinya.
DeleteSang dosen, Bu Dosen tepatnya, malah saya datangin selain untukk silaturahmi juga bawa "misi" agar jangan dapat nilai D lagi. Akhirnya kesepakatan gagal, dan tentu saja saya dapat D lagi.
@Kak Diar, dini juga pernah ngalami itu kak, cuma beda instansi sih. Mungkin bisa jadi karena faktor kitanya juga kali ya kak, kurang koordinasi + ekspektasi tinggi ke siswa/mahasiswa :( It did happen to me.
Delete@Kang Asep, weh weh weh kang asep yaa hihi
Padahal seumur-umur ngajar mahasiswa, Kakak nggak pernah neko-neko ngajarin tinggi-tinggi. Selalu berkutat di seputar simple present tense dan vocab sederhana (walaupun pihak otoritas ngasih panduan kurikulum yang lebih tinggi dan TOEFL-like). Makanya ekspektasi Kakak pun ya gak neko-neko juga. Tapi sutra lah ya, toh udah gak ngajar lagi :D
Deleteweh berarti dini sorang jak ni yang ekspektasi tinggi2 same siswa hehehe.. iyelah kak, we've done what we have to do based on the guideline yang penting yes :)
DeleteDosenku pernah cerita, ada orang tua mahasiswa datang ke dia minta nilai anaknya dinaikin. Terserah mau minta bayaran berapa, buset dahhh @.@
ReplyDeleteDosenku...eh, mksdku temanku yg dosen suka cerita jk mhsw-nya suka sms nanyak ada kuliah apa enggak. Pdhl sdh di kasih tahu, jk gak ada kuliah pasti diumumkan sebelumnya tuh
Deletetemen saya yang dosen malah pernah beli komik dora emon (nggak nyambung ya? biar aja deh ya... yang penting udah bikin komen yang nyambung. hidup saya!)
Delete@una, nah, iya tuh pernah juga.. macem2 aja cara orang tua sayang anak ya.. ckckck
Delete@ririe, wiiih untung mahasiswaku ga ada yang begitu hihi
@pak zach, ini dosen yg ini loh, beli komik conan hahaha
nah ini gambarnya udah ditengah din
ReplyDeleteemang dulu di pinggir terus ya?
Deletehahaha dulu di atas :p
Delete@bang pasnem, iki postnya via pc bang..
bener tuh diem di kelas .tidur kek hehe
ReplyDelete*catet dijidat*
ReplyDeletesipp kakak
ealah, di jidat hahaa
Deletexixixi
ReplyDelete:D
asik dapat ilmu baru sebagai mahasiswa baru hehehe
sippooo d^.^b
Deletesetuju deh sama kamu :D, temen saya juga ada loh yang kaya gitu .
ReplyDeletewiih, banyak ya rupanya :o
Deleteguruku juga sama, dah biasa dalam dunia pendidikan kayaknya. :)
ReplyDelete:(
Deletebukan saya bu yang kayak gitu bu, saya malah jarang ngomong ke dosen, masalah nilai pun selalu terima ape yang dikasih :D
ReplyDeletehahaha kak hani sih nilainya tinggi :D
DeleteKalau tinggi itu menjulang ke atas ya.
Deletekalau lebar ke samping kang..
Deletedi saat kapasitas non teknis mengintervensi sedemikian itu, kita cuma bisa mengelus dada, inilah krisis kebudayaan atau tepatnya krisis moral yang telah menggerus dunia pendidikan kita. yang saya harapkan, semoga pengajar semuanya idealis dan shalih. pada saat bertemu pengajar yang kacau, dan gayung bersambut, itu yang kemudian membawa budaya pendidikan di tempat yang asing. kita sudah lihat betapa materialisme di bidang pendidikan makin ditolerir di sini. ini buah kristalisasi dari yang semula ilegal menjadi legal bukan? na'udzubillah, semoga bidang yang menjadi pondasi bangsa ini tidak akan mengalami malapetaka di sini.
ReplyDeleteaamiin pak.. ini juga ujian kejujuran untuk para pendidik.. kalo diturutin semua, beuuh hancur berderailah nasib pendidikan kita..
Deletehahaha hal kayak gini biasa dialamin ama seorang yang sangat berharap sesuatu nilai yang bagus ya? tapi dosenya punya ideologi yang top haha...
ReplyDeletescore-oriented ya kak.. kalo study oriented sih gapapa. score-oriented ini yang ga oke..
Deletepasti ini mahasiswa yang takut dengan kegaglan khusus dibidang nilai.... pasti dah harus digituin bu dosen biar makin dewasa
ReplyDeleteiya bang.. padahal kita menghargai proses :)
DeleteKunjungan Pertama kawan..blog nya cantik nie kawan
ReplyDeletesalam kenal..;D
Berkunjung kak..kunjungan sore kak
ReplyDeletekunjungan baliknya di tunggu kak
dunia perkampusan seperti ini toh
ReplyDeletebeberapa, iya :)
Deletesetuju...
ReplyDeleteDan untuk apa membanggakan org lain ntah ortu or siapa tp diri ndiri gk tertib or malas
yg benar bukan "ini lho ayahku", tp "ini lah aku"
boleh lah membanggakan someone, tapi harus pada tempat yg tepat, juga bukan untuk tujuan terselubung spti hal2 di atas :-)
cmiiw
yup, you're right :)
DeleteSalah satu guru saya sering berkata, jadilah generasi bersih.
ReplyDeletemari :)
Deleteitukah kampus??
ReplyDeletembak diniez jadi mneginsirasi nih..
done follow ahh.. ternyata belum di follow :D .
masri bersahabat ^_____^ .. sukses mbak.
hehehe thank youu miz tiaa :)
Delete