Human beings are on their many kinds of plannings,
Allah decides the best.
Allah decides the best.
Masih ingat tulisan saya di sini? Atau kurang familiar dengan halaman tadi? Sama aja kok dengan yang di sini hehe. Well, well. Dalam sebuah obrolan, akhirnya dengan sangat jelas kedua orang tua saya tercinta secara terang benderang menyampaikan harapan mereka pada anak sulungnya ini: bahwa saya sebaiknya menjadi PNS.
Saya sudah tak lagi kuasa berargumen karena malam itu, sudah mendapat 'serangan' 2 arah. Artinya, both of my parents really support *and I think tend to demand* me to be PNS. Keduanya, bukannya tidak mendukung saya yang pengen 'nge-rumah' dan punya jam kerja bebas ini. Fyuh. Hanya saja, saya tetap pada pola pikiran saya, bahwa yang disebut sebagai PNS adalah dan tetaplah agak kurang bisa freelance. Tetep aja PNS *yang selalu saya translate ke Bahasa Inggris menjadi CIVIL SERVANT* belongs to government. Pembantunya pemerintah. Miriiiis, miriiiiis.
Tapi, yeah, saran dan harapan dari orang tua saya tentu saja berangkat dari pengalaman mereka sebagai PNS, terutama dari sisi finansial yang saya yakin, sebagian besar manusia di Indonesia punya pemikiran yang kurang lebih dengan kedua orang tua saya, yaitu bahwa menjadi PNS berarti sudah ada semacam 'jaminan rezeki'. Begitulah. Mungkin, akan beda cerita jika kedua orang tua saya adalah pengusaha sukses. Kenapa kok gitu?
Yeah ini akibat sebuah analogi perbandingan yang saya dapatkan dari grup di facebook berjudul Jadi Pengusaha itu Wajib. Coba deh tementemen baca sendiri nih ya.
CERITA ANAK SEKOLAH, KARYAWAN DAN PENGUSAHA
Anak Sekolah : Jumlah uang jajan ditentukan orang tua,
Karyawan : Jumlah gaji ditentukan bos,
Pengusaha : profit diatur sendiri sesukanya.
Anak Sekolah : Jam bangun diatur orang tua dan sekolah,
Karyawan : Jam bangun diatur bos dan kantor,
Pengusaha :Jam bangun atur sendiri.
Anak Sekolah : Bolos sekolah itu dosa,
Karyawan : Bolos kerja itu dosa,
Pengusaha : Menjalankan bisnis atau nggak, urusan gue.
Anak Sekolah : Tidak masuk sekolah harus minta ijin,
Karyawan : Tidak masuk kerja harus minta ijin,
Pengusaha : It’s my own business!
Anak Sekolah : Kalau salah dihukum,
Karyawan : Kalau salah dihukum,
Pengusaha : Kalau salah, rugi duit, tapi nggak dimarahi.
Anak Sekolah : Dimarahi orang tua dan guru,
Karyawan : Dimarahi bos,
Pengusaha : Siapa yang berani marahi saya???
Anak Sekolah : Semangat ada kalau hampir jam pulang,
Karyawan : Semangat ada kalau hampir jam pulang,
Pengusaha : Jam pulang??? Terserah gue!
Anak Sekolah : Libur diatur sekolah,
Karyawan : Libur diatur kantor,
Pengusaha : Libur atur sendiri.
Anak Sekolah : Kalau nakal dimarahi guru,
Karyawan : Kalau nakal dimarahi bos,
Pengusaha : Kenakalan saya disebut “Kreatif” .
Anak Sekolah : Takut pada guru dan orang tua,
Karyawan : Takut pada bos,
Pengusaha : Hanya takut pada hukum dan Tuhan.
Anak Sekolah : Masuk sekolah demi nilai,
Karyawan : Masuk kerja demi uang,
Pengusaha : Bisnis adalah untuk melayani orang lain, dan jadi profit.
Anak Sekolah : Seragam anda sama dengan teman sekolah,
Karyawan : Seragam anda sama dengan teman sekantor,
Pengusaha : Tidak kenal seragam.
Anak Sekolah : Kalau sakit perlu surat dokter,
Karyawan : Kalau sakit perlu surat dokter,
Pengusaha : Sakit urusan gue.
Anak Sekolah : Kalau bosan tidak boleh melarikan diri,
Karyawan : Kalau bosan tidak boleh melarikan diri,
Pengusaha : Bosan? Kabur yuk!
Anak Sekolah : Paling takut dikeluarkan dari sekolah,
Karyawan : Paling takut dikeluarkan dari kerja (PHK) ,
Pengusaha : Nggak ada PHK. Bangkrut? Bangun lagi!
Anak Sekolah : Tidak boleh bokul pada jam sekolah,
Karyawan : Tidak boleh bokul pada jam kerja,
Pengusaha : bokulsemau saya.
Anak Sekolah : Sabtu masuk setengah hari, Minggu libur,
Karyawan : Sabtu masuk setengah hari, Minggu libur,
Pengusaha : Bisa masuk dan libur kapan saja.
Anak Sekolah : Hari besar libur,
Karyawan : Hari besar libur,
Pengusaha : Lebih enak libur di hari kerja lho!
Anak Sekolah : Hanya bisa makan pada jam istirahat,
Karyawan : Hanya bisa makan pada jam istirahat,
Pengusaha : Makan sesukanya dan sekenyangnya.
Anak Sekolah : Diatur orang tua dan guru,
Karyawan : Diatur bos,
Pengusaha : Siapa yang mengatur saya???
Anak Sekolah : Terikat sekolah,
Karyawan : Terikat kantor,
Pengusaha : Bebas!!!
Waktu masih kecil, harus menuruti orang tua dan guru.
Sudah besar, apakah harus menurut bos???
Kapan jadi benar-benar dewasa???
Nah, kesannya kalo jadi PNS, gak beneran dewasa yah ihihihi. Anyway, once more me really want to underline this sentence again here: Final decision tak ditentukan dari seorang karyawan PNS maupun kader PKS. Final decision terbit dari pemilik sah garis dan pasir di belahan bumi manapun.
Profesi apapun itu pilihan; baik semua asalkan halal. Iya kan? Dulu di mihwar tandzimi Tarbiyah keberatan kadernya jadi PNS, sekarang mereka membutuhkan kader-kader PNS untuk men-support dakwah di eksekutif.
ReplyDeletewaduh, saya dapet dukungan buat jadi PNS yah artinya? hehe...
ReplyDeletekalo ada formasi kepala bagian utk lulusan SMA kasi tau y? kwakwkakwakw
ReplyDeleteInspiring post, Dinie :)
ReplyDeleteManusia bisa menemukan kedewasaan dirinya dari peristiwa dan hal apa pun, tidak melulu dari karir yang digelutinya.
Sadar atau tidak, alasan utama seseorang memilih profesinya adalah untuk fulfillment. Masalahnya, dari zaman kuda gigit batu sampai sekarang zaman kuda gigit roti, kita cenderung mengejar ke arah fulfillment yang 'konkrit' (gaji besar, bisa beli ini-itu, dapat tunjangan pensiun, dsb.), bukan fulfillment 'tingkat tinggi' (yang sifatnya abstrak, tetapi dapat dirasakan dengan kuat -- pencarian diri, kepuasan batin, dsb.).
Ask the Higher Source, and you'll get from the same source as well. Good luck, Dinie.
@ anonymous, ihihi maunyah..
ReplyDelete@ K' Diar, itulah yang sulit untuk dijelaskan pada para orangtua yang sangat perhatian dengan masa depan finansial anaknya kak...
Answering your concern, ada kisah nyata (mungkin agak gak nyambung, karena yang ini kasusnya di soal persiapan nikah -- dan kebetulan orang tua yang bersangkutan pada akhirnya berhasil 'dibujuk').
ReplyDeleteJadi, ada sepasang calon pengantin (di luar negeri) yang rencana nikah dengan budget seminimal mungkin. Ortu mereka (esp. ortu pihak perempuan) pengennya acaranya yah kayak ortu-ortu kita pada umumnya gitu.
Terus, pasangan ini akhirnya bersedia 'merepotkan' diri mereka untuk menyusun skema atau sejenisnya mengenai perencanaan keuangan mereka, termasuk proyeksi kalau keluar uang sekian untuk nikah maka berapa banyak yang bisa mereka hemat, uang tsb akan/bisa mereka pakai untuk apa, dst.,... semuanya untuk ditunjukkan ke ortu mereka, of course untuk nunjukkin kalo mereka punya dasar kuat untuk mau nikah dengan sederhana.
Moral of the story? Tergantung karakter ortu Dinie, why not try menunjukkan skema perencanaan masa depan Dinie dengan cukup detil beserta alasan, strategi, dsb., kalo memang your passion is just THAT much untuk tidak menjadi PNS or something.
But what works for one person may not work for others, so you have the choice. Good luck :)
waduh gak inget barusan ngunjungi soalnya
ReplyDelete@ k'diar, wow! that's really great! masukan yang SANGAT PAS dan nyambung dengan kebutuhan dini saat ini ohohoh thanks a lotta lot sist :D
ReplyDelete@ andik, gak inget apanya ya maksudnya?
nasib jd karyawan :)
ReplyDeleteidem, bentar lagi mbak u,u
Delete