dhz tweets fb dhz dhz on pinterest dhz g+ dhz socmed dhz blogs dhz is ... Home Home Image Map

Thursday 26 November 2009

Mengubah Takdir

Seseorang yang saya letakkan sangat spesial posisinya dalam hidup saya, pernah berpesan pada saya, yang intinya:

Do IT! Doa Ikhtiar Tawakkal.

Dalam salah satu pesannya, seseorang yang saya letakkan spesial posisinya dalam hidup saya itu pernah mengirimkan pesan singkat pada saya, yang isinya begini: "Kalau doa diijabah, mungkin Allah ingin menguji seberapa besar rasa syukur kita. Kalau tidak, mungkin Ia punya hadiah yang jauh lebih baik dari yang kita minta".

Sebuah kalimat sejuk, melingkupi relung hati saya yang sepertinya bimbang waktu itu. Bimbang, apakah akan terus berdoa, berharap pada Allah untuk permintaan saya, atau diam tergamam membiarkan segalanya berjalan.



Dan saya terus berdoa, tetap berdoa. Allah berjanji pada hamba-hambaNya: "Ud u ni astajib lakum", berdo’alah kepada-Ku nisscaya Aku akan mengabulkan doa mu. Berdoa selalu, kawan. Doa yang jujur, doa yang penuh keikhlasan, disertai kepercayaan. Jika kita percaya pada doa kita, artinya akan disertai dengan usaha bukan? Di sanalah Allah akan melihat kesungguhan dan keikhlasan hati kita, untuk kemudian mengabulkan doa-doa kita. Wallahualam.

Kemudian saya teringat materi liqo di awal pertama saya mengenal tarbiyah. Bahwa doa memiliki kekuatan untuk mengubah takdir. Rasanya saya tidak mau percaya saja waktu itu, sampai akhirnya malam ini saya diingatkan oleh sebuah hadits Rasul SAW: “Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)

Subhanallah!! Kuat betul sang doa.

Saya mengilas balik kisah studi saya selama ini. Seminar saya yang terjadi di siang hari, dengan hujan amat sangat deras di pagi hari. Tak mungkin seminar hari itu akan bisa lancar tanpa doa dari orang-orang yang sudah saya rikwes untuk mendoakan saya. Saya minta semua doa mereka, karena mungkin saja bukan persiapan saya yang membuat seminar saya lancar, melainkan ijabah dari Allah atas doa mereka. Dan kejadian 22 Oktober 2009 itu pasti sudah tercatat di Lauhul Mahfudz.

Lantas saya mengingat sebuah kalimat: "Aku tidak takut bertemu dengan hari esok karena hari esok penuh dengan harapan. Hari esok merupakan masa yang belum tersentuh dan belum mempunyai bentuk."

Ya, hari esok penuh dengan harapan. Saya tak perlu terlalu sibuk dengan hari esok, kecuali mempersiapkan diri sebaik mungkin hari ini. Karena hari ini adalah bekal untuk esok hari.

Maka saya terus berdoa. Berdoa sebanyak-banyaknya. Meminta doa pula, sebanyak-banyaknya. Karena doa memiliki kekuatan luar biasa jika kita percaya.

“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR Muslim 4897)

Sebagian sumber dari sini

Monday 23 November 2009

Bubur, Rujak, dan Es Kelapa

Dari siapa saja kita boleh ambil pelajaran, termasuk dari para pedagang bubur, rujak, dan es kelapa. Jika sebelumnya saya belajar dari Hasbi, maka kali ini saya ingin sekali belajar dari 3 orang ini.

Adalah Kang Odink, penjual rujak keliling yang dulu setiap sore mampir di Jalan Sumatera 28, menawari penyiar yang sedang siaran sore dengan rujak yang masih ada di gerobaknya. Waktu itu saya masih SMA. Setelah ikut les tambahan untuk persiapan Ujian Akhir Nasional di sekolah, saya langsung ke studio, siaran. Menyenangkan, dan semakin menyenangkan karena Kang Odink menawari rujaknya. Saya suka buah-buahan. Termasuk yang dipadukan dengan saus kacang. Ayeah! Jadilah sore saya beberapa tahun lalu itu ditemani dengan mixing operator studio, mikrofon 103.4 fm Pontianak, dan rujaknya Kang Odink. Nyummy..

Tahun berlalu, sepertinya berkeliling sambil mendorong gerobak rujak cukup jadi rutinitas melelahkan bagi Kang Odink yang punya anak kembar itu. Maka, entah sejak tahun bila, Kang Odink pun memutuskan untuk berjualan rujak dengan stand-by bersama gerobaknya di kawasan Sumatera, tepatnya di seberang lapangan tenis dekat SPN Pontianak. Pelanggan setianya masih banyak saja, tampaknya. Ditambah lagi, Kang Odink tak stand-by berdua saja dengan gerobaknya, tapi bersama gerobak rekan seperjuangannya, Apo, sang penjual Es Kelapa.



Kita lepas dulu kisah 2 orang ini, karena di tengah perjalanan ambil pelajaran dari orangorang yang terlihat biasa ini, saya diinterupsi dengan kehadiran seorang pedagang bubur keliling yang sampai hari ini saya belum tau namanya. Saat itu, saya juga masih di bangku SMA, dapat jadwal siaran minggu pagi. Dan tiap minggu pagi sebelum saya banyak berbagi informasi dengan pendengar lewat mikrofon studio, akang bubur *maaf, ga tau namanya hehe* melewati jalan Sumatera 28, dan saya lupa entah siapa yang saat itu naik ke studio nawarin bubur ayam itu ke saya. Semangkuk Rp. 3000 waktu itu. Setelah beberapa waktu, tak lagi akang yang biasa saya lihat yang dorong gerobak bubur ayam cianjur itu. Sudah berganti. Kali ini saya tau namanya: Ali.

Sama seperti Kang Odink tampaknya. Berkeliling tak cukup menyenangkan, sepertinya. Maka, selang beberapa waktu pun, saya melihat setiap pagi gerobak bubur ayam cianjur itu standby juga di kawasan sumatera 28, tepat di sekitar tempat Kang Odink biasanya jualan rujak di siang hingga sore hari.

Nah, sekarang yang terjadi adalah: Kang Odink berekspansi jualan juga di pagi hari, dengan menu baru: Nasi Kuning seharga 8ribu rupiah *7ribu kalo ga pake telor*. Apo tak lagi sekedar jualan es kelapa, tapi merambah jenis minuman lain semacam capuccino, teh dalam kemasan sachet, dan banyak pilihan minuman dengan harga terjangkau yang kiranya klop dengan pilihan konsumen. Kang Ali, berjualan bubur yang sekarang harganya jadi 6ribu semangkuk.

Lalu, apa pelajaran yang bisa diambil dari mereka bertiga? Well, well. 1 hal yang membuat saya salut kepada 3 pedagang yang sama-sama berusaha melayani kebutuhan makan konsumen dengan jenis makanan berbeda ini adalah bahwa mereka memiliki kekompakan yang hebat, rasa saling percaya yang tinggi, dan kejujuran yang jauh lebih mantap daripada kejujuran para wakil rakyat.

Penilaian seperti ini muncul karena saya saksikan sendiri bagaimana Kang Odink dengan percayanya 'menyerahkan' gerobak nasi kuningnya pada Apo dan Kang Ali untuk bersepeda ke rumah buat ambil bahanbahan rujak dan gadogado yang akan dijajakan di siang harinya. Maka, ketika ada pelanggannya Kang Odink yang mau beli nasi kuning, Apo atau Kang Ali lah yang melayani pelanggan. Uangnya, tetap masuk ke laci gerobaknya Kang Odink. Begitupun kalau Apo lagi beli es batu di warung si Abah. Kalau ada yang mau beli es kelapa, Kang Odink yang layanin pelanggannya Apo.

Mereka betulbetul orang-orang yang terlihat biasa, tapi memiliki jiwa pertemanan yang luar biasa, paling tidak menurut saya. Saya sebagai pelanggan mereka bertiga, bangga betul bisa menyaksikan langsung bahwa masih ada kejujuran yang terjadi di depan mata saya sendiri. Apakah mungkin pelajaran moral seperti ini bisa diimplementasi oleh 3 lembaga negara yang melayani 'pelanggan' mereka dengan 'panganan' serupa, tapi dalam kemasan berbeda? Ah, jangan paksa saya untuk campuri urusan ini, kawan.

Tuesday 17 November 2009

Pengusaha dewasa

Human beings are on their many kinds of plannings,
Allah decides the best.


Masih ingat tulisan saya di sini? Atau kurang familiar dengan halaman tadi? Sama aja kok dengan yang di sini hehe. Well, well. Dalam sebuah obrolan, akhirnya dengan sangat jelas kedua orang tua saya tercinta secara terang benderang menyampaikan harapan mereka pada anak sulungnya ini: bahwa saya sebaiknya menjadi PNS.

Saya sudah tak lagi kuasa berargumen karena malam itu, sudah mendapat 'serangan' 2 arah. Artinya, both of my parents really support *and I think tend to demand* me to be PNS. Keduanya, bukannya tidak mendukung saya yang pengen 'nge-rumah' dan punya jam kerja bebas ini. Fyuh. Hanya saja, saya tetap pada pola pikiran saya, bahwa yang disebut sebagai PNS adalah dan tetaplah agak kurang bisa freelance. Tetep aja PNS *yang selalu saya translate ke Bahasa Inggris menjadi CIVIL SERVANT* belongs to government. Pembantunya pemerintah. Miriiiis, miriiiiis.

Tapi, yeah, saran dan harapan dari orang tua saya tentu saja berangkat dari pengalaman mereka sebagai PNS, terutama dari sisi finansial yang saya yakin, sebagian besar manusia di Indonesia punya pemikiran yang kurang lebih dengan kedua orang tua saya, yaitu bahwa menjadi PNS berarti sudah ada semacam 'jaminan rezeki'. Begitulah. Mungkin, akan beda cerita jika kedua orang tua saya adalah pengusaha sukses. Kenapa kok gitu?



Yeah ini akibat sebuah analogi perbandingan yang saya dapatkan dari grup di facebook berjudul Jadi Pengusaha itu Wajib. Coba deh tementemen baca sendiri nih ya.

CERITA ANAK SEKOLAH, KARYAWAN DAN PENGUSAHA

Anak Sekolah : Jumlah uang jajan ditentukan orang tua,
Karyawan : Jumlah gaji ditentukan bos,
Pengusaha : profit diatur sendiri sesukanya.

Anak Sekolah : Jam bangun diatur orang tua dan sekolah,
Karyawan : Jam bangun diatur bos dan kantor,
Pengusaha :Jam bangun atur sendiri.

Anak Sekolah : Bolos sekolah itu dosa,
Karyawan : Bolos kerja itu dosa,
Pengusaha : Menjalankan bisnis atau nggak, urusan gue.

Anak Sekolah : Tidak masuk sekolah harus minta ijin,
Karyawan : Tidak masuk kerja harus minta ijin,
Pengusaha : It’s my own business!

Anak Sekolah : Kalau salah dihukum,
Karyawan : Kalau salah dihukum,
Pengusaha : Kalau salah, rugi duit, tapi nggak dimarahi.

Anak Sekolah : Dimarahi orang tua dan guru,
Karyawan : Dimarahi bos,
Pengusaha : Siapa yang berani marahi saya???

Anak Sekolah : Semangat ada kalau hampir jam pulang,
Karyawan : Semangat ada kalau hampir jam pulang,
Pengusaha : Jam pulang??? Terserah gue!

Anak Sekolah : Libur diatur sekolah,
Karyawan : Libur diatur kantor,
Pengusaha : Libur atur sendiri.

Anak Sekolah : Kalau nakal dimarahi guru,
Karyawan : Kalau nakal dimarahi bos,
Pengusaha : Kenakalan saya disebut “Kreatif” .

Anak Sekolah : Takut pada guru dan orang tua,
Karyawan : Takut pada bos,
Pengusaha : Hanya takut pada hukum dan Tuhan.

Anak Sekolah : Masuk sekolah demi nilai,
Karyawan : Masuk kerja demi uang,
Pengusaha : Bisnis adalah untuk melayani orang lain, dan jadi profit.

Anak Sekolah : Seragam anda sama dengan teman sekolah,
Karyawan : Seragam anda sama dengan teman sekantor,
Pengusaha : Tidak kenal seragam.

Anak Sekolah : Kalau sakit perlu surat dokter,
Karyawan : Kalau sakit perlu surat dokter,
Pengusaha : Sakit urusan gue.

Anak Sekolah : Kalau bosan tidak boleh melarikan diri,
Karyawan : Kalau bosan tidak boleh melarikan diri,
Pengusaha : Bosan? Kabur yuk!

Anak Sekolah : Paling takut dikeluarkan dari sekolah,
Karyawan : Paling takut dikeluarkan dari kerja (PHK) ,
Pengusaha : Nggak ada PHK. Bangkrut? Bangun lagi!

Anak Sekolah : Tidak boleh bokul pada jam sekolah,
Karyawan : Tidak boleh bokul pada jam kerja,
Pengusaha : bokulsemau saya.

Anak Sekolah : Sabtu masuk setengah hari, Minggu libur,
Karyawan : Sabtu masuk setengah hari, Minggu libur,
Pengusaha : Bisa masuk dan libur kapan saja.

Anak Sekolah : Hari besar libur,
Karyawan : Hari besar libur,
Pengusaha : Lebih enak libur di hari kerja lho!

Anak Sekolah : Hanya bisa makan pada jam istirahat,
Karyawan : Hanya bisa makan pada jam istirahat,
Pengusaha : Makan sesukanya dan sekenyangnya.

Anak Sekolah : Diatur orang tua dan guru,
Karyawan : Diatur bos,
Pengusaha : Siapa yang mengatur saya???

Anak Sekolah : Terikat sekolah,
Karyawan : Terikat kantor,
Pengusaha : Bebas!!!

Waktu masih kecil, harus menuruti orang tua dan guru.

Sudah besar, apakah harus menurut bos???

Kapan jadi benar-benar dewasa???

Nah, kesannya kalo jadi PNS, gak beneran dewasa yah ihihihi. Anyway, once more me really want to underline this sentence again here: Final decision tak ditentukan dari seorang karyawan PNS maupun kader PKS. Final decision terbit dari pemilik sah garis dan pasir di belahan bumi manapun.

Friday 13 November 2009

Rain and Tears


Apakah judul postingan kali ini terdengar seperti judul film Korea? Jika iya, saya minta maaf kepada para penggemar film Korea. Saya sama sekali tidak berniat plagiat *jika memang ada judul film atau lagu Tears and Rain loh ya*. Ini sekedar sedikit bagi rasa dan pengalaman saja, tentang hujan dan air mata.



Detik di mana saya sedang mengetikkan tulisan ini adalah ketika hujan semakin lebat di luar sana. Hujan di luar jendela kamar saya turun sejak pukul 16.30 WIB. Dan air mata turun sebelum pukul 16.30. Sebetulnya, benarkah ada hubungan signifikan antara hujan dan air mata? Saya belum tau, tapi saya ingin cari tau. Karna entah kenapa, langit sepertinya seringkali merefleksikan jerit jiwa saya. Terlalu sering untuk disebut kebetulan, tapi terlalu berlebihan untuk disebut pengkhususan.

Pernahkah temanteman menangis? Tentu saja pernah kan? Setegar apapun diri kita. Apalagi wanita, yang memang mudah betul menangis. Beberapa orang wanita, tidak semuanya tentu saja. Tapi, pernahkah temanteman menangis dan tak lama kemudian langit menyejukkan bumi dengan hujan? Saya sering, sangat sering. Bahkan, hampir tiap kali saya menangis, setelah itu selalu turun hujan. Kalau saya nangisnya kecil, hujannya renyai-renyai. Kalau saya menangis hebat, hujannya begitu lebat. Kenapa bisa begitu ya?

Bagaimanapun juga, saya bersyukur dan sungguh senang melihat fakta bahwa saya masih bisa menangis dengan nyaman.

Tuesday 10 November 2009

Conversation Analysis

Huff, finally, Ladies and Gentlemen. I have just finished my paper entitled: An Analysis of Conversation of Kang Guru Radio English (KGRE) Program on Volare 103.4 FM Pontianak. The piece story of my paper seminar has already been scratched a bit here.

I can totally realize it's possible that there will be some of linguistics students may get interested in the topic I picked. Maybe, when you *hey you there linguistic students ;)* is typing the keywords: Conversation Analysis, or An Analysis of Conversation, or Analysis of Radio Program, or even maybe Volare FM Pontianak, then Google brings you to this page, first of all I'd like to say: Welcome, you come to the right blog! This so-called pinkbutterfly blog-owner would be so much glad to share about the topic we pick out!



I once searched by using the keyword as I have typed above, but I felt less satisfied knowing that the sites which google brought me to didn't really real as what I really need. Well, frankly telling you here guys, I am *so much actually, but sometimes* also a bit lazy to see books and did paraphrasing. I prefer paraphrasing kinds of quotation directly from digital book to copying the sentence in the book I have. Sounds a plagiarism, uh? It's not. Sure.

So, that's why people. I offer you to share with me for the topic which me and you *just in case you are language students, or lectures of linguistic? no problem* get interested in together. You may mail me to hazelniez@gmail.com at anytime you'd love to.

Oh, one thing for information. I am non-experienced linguistic lecture yet for now, but it is a yes that I am a lecture. A guest lecture of an academy, teaching general English. Such a very fun freelance lecture, that's me! I am also a college student of University of Tanjungpura Pontianak, taking English Education Study Program, Teachers Training and Education Faculty. More about me, go straight to my second shelter. No more to know about me? Easy. Just avoid me, then quit this window ;)

Ah ha, thanks a bunch to still read this. Well, well. I announce once again that my e-mail is hazelniez@gmail.com. I can't wait for your e-mail to share. Share experience in language, linguistic, and those kind of stuffs, that's what I really expect!!

Tuesday 3 November 2009

Kisah Cicak dan Buaya


Temanteman, hari ini saya akan bercerita tentang cicak dan buaya. Soalnya, sepertinya cicak sama buaya lagi ngetop ya belakangan ini. Jadi, dari berbagai sumber yang berhasil saya kumpulkan, saya pengen bagi cerita juga sama temanteman perihal cicak dan buaya. Duduk yang manis ya. Jangan shu'udzon begitu. Tenang aja, kali ini saya akan berusaha sekuat tenaga untuk meniadakan obok-obok politik didalamnya heheh. Bisa ga ya? :P

Jadi, ada apakah antara cicak dan buaya? Well, well. Sebelum saya kisahkan hubungan mereka berdua, ada baiknya kalo kita cari tau dulu sebetulnya siapakah cicak, dan siapa pula buaya.



CICAK

Cicak adalah nama salah satu hewan yang sehariharinya seneng nempel di dinding, mengintai nyamuk untuk dimakan, dan bergerak gesit. Salah satu kelebihan cicak yang saya ketahui sejak jaman saya masih duduk di bangku SD: cicak bisa mutusin ekornya untuk mengelabui musuhnya. Ada sebuah mitos *dan Alhamdulillah saya mah ga percaya sama mitos hoho* bahwa konon katanya kalo kejatuhan cicak adalah sebuah pertanda buruk.

Hey, selama ini saya pikir hanya manusia aja yang hidupnya bersukusuku. Ternyata cicak juga punya suku. Cicak termasuk ke dalam suku Gekkonidae. Jenisnya juga macemmacem loh. Mulai dari cicak kayu, cicak tembok, sampai cicak gula.

Menariknya, dalam syariat Islam, cicak adalah jenis hewan yang harus diberantas. Bukan karena mendukung polri yang lagi berantem sama 'cicak' loh. Riwayat anjuran untuk memberantas cicak ini berawal dari ketika Nabi Ibrahim as akan dibakar. Pasti udah pada tau kan kisah perlawanan Nabi Ibrahim as terhadap Raja Namrud. Yang kemudian beliau dihukum, dilemparin ke api, dan diriwayatkan bahwa semua hewan berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim as. Nah, tapinya, si cicak malah meniupniup api agar semakin berkobar membakar Ibrahim. Wallahualam bishawab. Saya dapet kisahnya dari tante wiki, yang di footnotenya dikatakan bahwa riwayat ini merupakan Hadits Riwayat Imam Bukhari.

Selain itu juga, ketika Baginda Rasulullah SAW bersembunyi di gua hira saat dikejar oleh kaum musyrikin, tautau ada cicak berbunyi yang memberitaukan bahwa ada orang di dalam gua. Maka, Nabi Muhammad memerintahkan untuk membunuh hewan ini dimanapun kita jumpai (Tafsir Imam ibn Katsir juz 3 hal.185, Tafsir Imam Attabari Juz 17 hal 45). Muhammad SAW bersabda "Barangsiapa yg membunuh cecak dg satu pukulan maka baginya 100 pahala, dan bila dg dua pukulan maka terus berkurang dan berkurang" (Hadits shahih muslim no.2240). Ummu Syarik berkata: 'Nabi telah menyuruh membunuh cecak' (Hadits riwayat Imam Bukhari-Imam Muslim no.1443 hal.792).

Apakah tuan-tuan terhormat yang ingin membumihanguskan 'cicak' melakukan salah tafsir terhadap hadits-hadits tadi? Saya juga gak tau. Yang saya tau, cicak belum punya sejarah berantem dengan buaya. Lantas, siapakah buaya? Tenang, ini saya baru mau masuk ke bahasan buaya.

BUAYA

Buaya, setau saya, tidak *atau belum? atau sedang? hehe* bermusuhan sama cicak. Pertama, karena belum pernah saya denger dongeng buaya dan cicak saling bermusuhan. Kedua, buat buaya, cicak terlalu kecil untuk diajakin berantem.

Buaya, meskipun reptil juga sama dengan cicak, berasal dari suku berbeda. Ya iyalah, badan gede dan keras begitu. Buaya berasal dari suku Crocodylidae. Anak sukunya ada banyak banget. Kalo emang temanteman sangat tertarik dengan buaya, mendingan langsung konsultasi sama tante wiki aja. Buaya, di pandangan sebagian besar wanita, sudah mendapatkan tempat yang agak kurang sedikit terhormat mengingat tagline BUAYA DARAT ditujukan lebih kepada para lelaki, meskipun tentu saja tidak semua lelaki adalah 'buaya darat'.

Namun demikian, lidah buaya adalah minuman khas kota saya tercinta, Pontianak. Bahkan, di kota Pontianak tercinta ini, ada Pusat Pengkajian dan Pengembangan Lidah Buaya Nasional loh. Terkenal dengan nama Aloe Vera Center. Udah pernah ke sana? Saya belum hehe. Manfaat lidah buaya banyak betul. Komplitnya liat di sini aja. Yeah yeah, jadi kalo ntar temanteman berkesempatan mampir ke Pontianak, harus nyobain minuman lidah buaya yah. Dijadiin oleholeh juga boleh.

Tapi, lidah buaya mah tanaman, sama sekali ga ada urusannya dengan buaya ato crocodile. Apalagi sama 'buaya' yang belakangan dipake untuk memberitahukan keberadaan Polri sebagai institusi negara yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, khususnya dalam penegakan hukum. Bagi saya, buaya tetep aja buaya. Lamban di darat tapi cepat bergerak di dalam air.

Cicak versus buaya, emangnya mau berantem di mana? Di tanah atau di air? Cicak kalo dimasukin ke dalam air ya mati, dan buaya kalo diletakkan di darat, belum tentu menang lawan cicak. Yah, mungkin para penulis dongeng bolehlah mulai serius untuk membuat dongeng cicak versus buaya, tapi tak diserupakan dengan kisah Polri vs KPK. Jujur saja, sampai hari ini saya belum tau siapa yang mulai pakai istilah buaya dan cicak begini. Merusak citra kedua hewan itu aja ah. Jangan sampe seperti kisah kupukupu yang sempat terkonotasi negatif!!