
Masih di hari yang sama, 26 Oktober 2008, dan saya masih ingin berbagi tentang tulisan-tulisan saya dalam diary saya yang saya simpan sejak saya masih SMA, penuh tulisan-tulisan implisit, yang kadang harus saya pikirkan ada kejadian apa dibalik tulisan saya.
Yang kali ini akan saya bagikan adalah rekaman kejadian setahun belakangan, dalam susunan kalimat sangat singkat yang sepertinya akan terkesan pesimis, namun itulah awal keberanian saya berteriak: SAYA BISA, SAYA OPTIMIS. Hari itu, Final September 2008, ketika hati sedang menangis menjadi dengan balutan takbir Idul Fitri.
Final September 2008
Bayangkan betapa malas tulang saya bekerja! Bahkan begitu banyak peristiwa berharga saya lewati tanpa satupun saya sediakan wadah kasat mata untuk menjadikannya sebagai tempat bahan refleksi.
Desember 2007. Wacana untuk ubah penampilan, niat setengah kosong. Januari 2008. Change! Performance. Sifat-sifat jahiliyah tetap melekat di badan, belum mau lepas. Februari 2008. Usaha sekuat tenaga. Selembar, sehelai kain panjang di kepala itu untuk kontrol sikap, ujar saya. Hanya ujaran, belum berhasil saya buktikan. Maret 2008. Usaha makin keras. Ghirah mulai tampak. Sedikit terefleksi, dengan hati masih penuh kilau tanya. April 2008. Seakan saya aktivis paling peduli nasib umat. Drastis, kecewa pada pilihan hidup yang tak bisa dipilih, sebetulnya. Mei 2008. Fluktuatif. Ntah apa saja yang terjadi sepanjang bulan ini, tak lagi saya ingat dengan baik. Juni 2008. Masa bosan, jenuh, lelah. Mana orang-orang yang mau mengerti saya? Juli 2008. Kontroversi. Saya menjadi ulat lagi. Walaupun belum sempat terbang tinggi, rupanya jiwa ini sedang lelah dengan aktivitas yang tak sanggup dicapai ruhani. Agustus 2008. Refleksi diri. Penampilan berubah kembali. Sudah lupa dengan istiqamah, karena tak dijamu dengan layak di dalam hati. Tak ada sofa lembut di dalamnya. Mulai lenyap pergi. Kain lebar di kepala juga sudah mengaku kalah. Hari ini, ujung September, akhir Ramadhan, penuh suara takbir, bahkan seakan terdengar terlalu banyak untuk telinga saya malam ini. Tak cukup kuat terima fakta bahwa saya sudah kurang tepat tempatkan hati. Sebuah pesan:
Simpanlah hati pada tempatnya!
Mengena, tapi belum cukup kuat untuk saya refleksikan di hari-hari saya. Kenapa terus menerus begini? Sejak 18, dan sekarang saya 21 tahun! Masih juga ada rasa bodoh tentang diri yang tak diingini? Ya, karena rupanya apa yang disebut-sebut sebagai "cuma perasaan dini saja" itu membalut lembut pelan tapi pasti. Saya hanya mau sampai tahun depan, atau kurang. Saya diinginkan dan ikut menginginkan, dan mereka sudah tidak ada lagi. Ya, paling tidak tahun depan! Bahkan kurang dari angka itu! Saya cukup yakin. Ini juga masalah masa depan saya!
Simpanlah hati pada tempatnya!
No comments:
Post a Comment