

Wednesday 31 October 2007
Main - Main Language

Tuesday 30 October 2007
WAIT FOR MARCH

I think I’d like to go flashback, just a flash.
..karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti orang mati, nyalanya adalah nyala api. Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya..
Maka, haruskan kita tenggelam ke dalamnya? Atau hanyut saja? Lewati sungai itu, dengan bahagia. Atau, biarkan sebuah perahu jadi tempat untuk menunggu? Lagi dan lagi, menunggu yang menyenangkan. Sungguh, menyenangkan. Karena banyak tiupan angin segarkan wajah sampai ke hati.
When uncountable wind slaps me gently in my waiting time, nothing to compare it to! Even ice cream names Conello can’t beat the beauty of this amazing waiting!
Berkas Liburan Lebaran


Sunday 28 October 2007
Je t'aime and me

I will not let myself hurt anymore, of course. I also have no heart to hurt one who has no heart to hurt me. I am willing to wait till I find no more boundaries between.
Saturday 27 October 2007
Berbuat Baiklah

(Mama, Oktober 10 2007)
Friday 26 October 2007
welcomeback!

Saturday 20 October 2007
Need this?

Thursday 11 October 2007
Off juga

Setelah beberapa blogger menyatakan diri untuk off sementara waktu, sepertinya saya juga akan berlaku demikian. Cape juga yah ngeblog setiap hari *pyuuuuwh*.
Sekalian deh, mumpung jelang Idul Fitri nih. I would like to say MINAL AIDIN WAL FAIDZIN, maaf lahir bathin untuk semua pengunjung blog thekupu. Maaf ya kalo ada salah-salah ketik. Kesalahan-kesalahan itu adalah pertanda bahwa saya manusia.
Wednesday 10 October 2007
Pria BUNCIT, mapan atau busung lapar?

Maka, menjawab judul di atas, menurut saya perut buncit belum tentu mapan dan bukan berarti busung lapar. Judul tersebut tercetus hanya untuk mengguyon rekan saya yang perutnya buncit sehingga baju yang seharusnya datar di wilayah perut, malah membentuk setengah lingkaran seperti orang hamil saja! Di dalihkan bahwa perut buncit adalah tanda pria mapan, saya pun mengguraunya dengan berkata bahwa buncitnya dia itu pertanda busung lapar *hehe, maaf ya penyiar favoritku, peaceee*.
Secara dunia nyata, setiap hari saya melihat perut yang setengah lingkaran itu di rumah saya: Bapak tercinta. Ya, Bapak memang pria mapan, bukan busung lapar. Namun, pria mapan versi saya dalam tulisan ini bukan pria mapan yang sudah menikah dan punya anak seorang wanita *cantik* dewasa seperti saya ini. Pria mapan yang sedang saya bicarakan adalah pria yang dikategorikan telah mapan di mata wanita *cantik atau tidak cantik* yang ingin mencari pasangan hidup. Benarkah perut buncit adalah salah satu tanda bahwa sang pria tersebut mapan?
Logikanya, saya beranggapan bahwa jika si pria berperut buncit, itu artinya pria tersebut memenuhi kebutuhan gizinya dengan maksimal. Namun secara rasa dan estetika, jujur ya, saya sedikit agak ilfil *ilank filing bo’* melihat perut buncit yang bisa merusak penampilan *kecuali perutnya Indra Bekti yang malah bikin gemes*. Kenapa harus ilfil? Ya iyalah. Dalam pikiran saya, ketika pria tersebut buncit, maka itu berarti si pria seneng makan *bahasa jujurnya: rakus*, tapi males olahraga. Pantesan aja buncit kan?
Lantas pria buncit pun saya hubungkan dengan om-om berduit yang sudah bosan dengan istrinya di rumah. Om-om yang istrinya cuma bisa morotin duitnya tapi tidak memberikan kepuasan jasmani ruhani si om. Nah, mungkinkan orang buncit karena stress ya? Waah jangan donk. Bapak saya kan buncit. Masa sih ibu saya ngga memenuhi kebutuhan jasmani ruhani bapak saya. Ya ngga lah. Bapak saya sebenernya ngga buncit, tapi bulet *ampuuun paak*. Kebuletan itulah pertanda bapak makmur gyehehehe.
Anyway, kembali ke kasus buncit yang katanya pertanda mapan, saya tetap berkeyakinan bahwa pria buncit bukan berarti mapan, namun cenderung males olahraga. Anggapan saya ini dengan landasan fakta dan bukti-bukti nyata di depan mata berupa beberapa pria berperut buncit di kantor, kampus, dan sebagian teman dekat. Mereka sama sekali tidak busung lapar, dan tidak pula mapan. Busung lapar apanya. Makan aja bisa sampe 5 kali sehari, gimana bisa busung lapar.
Jadi wahai pria buncit maupun tidak buncit *dan juga wanita-wanita buncit, termasuk saya juga deh kayaknya*, mari kita olahraga yuk. Sit up paling tidak 3 kali seminggu. Mudah-mudahan bisa merampingkan perut yang buncit. Atau ada cara lain untuk merampingkan si buncit?
Tuesday 9 October 2007
Si Ungu dan Kekasih Gelapnya

Meskipun engkau hanya, kekasih gelapku...
Sebenarnya tulisan ini tidak akan ada kalau saja siang tadi tidak terlintas dalam pikiran saya mengenai perkataan salah seorang teman tentang lagu Andra & The Backbone berjudul Sempurna. Menurut teman saya, Andra mengaku bahwa lagu Sempurna sebenarnya bukan ditujukan untuk kekasih, namun kepada Tuhan. Lirik dalam lagu tersebut terlalu tinggi untuk dinyanyikan buat kekasih. Maka, cukup banyaklah pendengar di radio tempat saya siaran yang sepertinya salah sangka dengan merikwes lagu itu dan mengirimkannya untuk kekasih mereka.
Nah, dengan lintasan pikiran itu dia, saya tak sengaja menyenandungkan lagu Ungu berjudul Kekasih Gelap. Lucu rasanya. Ungu yang punya 2 album lagu rohani *benar kan, ada 2?* berisi pertobatan, pengakuan dosa kepada Tuhan, namun masih juga terus menerus berdosa dengan memiliki kekasih gelap. Barangkali hanya lagu sih ya. Tapi kan, lagu itu setidaknya sudah memberi ’lampu hijau’ untuk mereka yang memang punya kekasih gelap. Yeah, tau sendiri kan kalo ada beberapa orang yang suka dan seringkali menghubungkan kisah kehidupan mereka dengan lirik lagu yang cocok. Saya aja begitu kok. Makanya, menurut saya, Ungu ini termasuk yang mengakomodir pembenaran terhadap kepemilikan kekasih gelap, siapapun itu.
Jelas saja saya tidak setuju. Namun, agak kasihan juga sih dengan si kekasih gelap. Katakanlah benar, Ungu memiliki kekasih gelap. Sungguh kasihan si kekasih gelap, karena dia disayangi melebihi APAPUN, bukan SIAPAPUN. Si kekasih gelap memang sama sekali tidak pantas disayangi lebih dari SIAPAPUN, karena Ungu pastilah menyayangi SIAPA (baca: ALLAH SWT) melebihi siapapun lewat lirik lagu rohani yang mereka tulis. Namun, kalau dibandingkan dengan APA, jelas saja si kekasih tidak pantas. Masa kekasih dibandingkan dengan barang? Waaah, berarti rendah banget kan derajat si kekasih gelap di mata Ungu? Iya jelas, karena perbandingannya hanya APA, bukan SIAPA *dalam artian kekasih asli atau kekasih terang Ungu*.
Rasa kasihan saya untuk si kekasih gelap tidak hanya di situ saja. Derajat kekasih gelap bagi Ungu masih tidak setinggi kekasih terangnya. Perhatikan lirik Meskipun engkau hanya, kekasih gelapku... Izinkan saya menebalkan kata hanya. Well, mengerti kan maksud saya? HANYA, artinya sekedar, cuman, saja, just, only, sebuah kata keterangan yang artinya tidak lebih, no more or no less. Bayangkan wahai kekasih gelap. Masa sih masih mau jadi kekasih gelap? Idiiih. Putus aja deh. Kayak pria HANYA dia aja di dunia ini. Cari yang jelas-jelas aja, jangan mau jadi yang gelap. Sudah cukup gelap negara ini akibat mati lampu *terutama di Pontianak tercinta*.
Cukuplah. Saya rasa kekasih gelapnya Ungu sekarang *maupun kekasih gelap orang lain* sudah cukup mendapatkan ’keterangan’ untuk keluar dari ’kegelapan’ tersebut.
diary baruku

Berulang kali saya balik halaman diary baru saya: sebuah diary cantik *dalam pandangan mata seorang pencinta kupu-kupu*. Diary terbitan DAR! Mizan, penulisnya Bambang Q-Anees. Diary yang tidak sekedar kertas-kertas kosong saja. Warna-warna cerah mengalihkan pandangan saya dari sebuah buku yang sudah setengah halaman saya baca, sebuah buku karangan Irfan Amalee berjudul Boleh Dogn Salah. Setelah berniat membeli buku tersebut, mata saya tertuju pada diary yang baru saja saya letakkan dengan hela nafas lega karena berhasil memilikinya. Sebuah diary berjudul Metamorpho-self, Diary 365.
Sampul depannya begitu berwarna. Membuat tangan saya tidak kuasa tertahan untuk tidak membuka lembar-lembar halamannya. Lantas hati saya kontan girang demi melihat seonggok *bah, macam kotoran saja pake onggok!* tebaran kupu-kupu di halaman diary yang penuh warna ini. Dengan begitu banyak kata-kata dan kalimat pembangkit semangat, seakan menyatu dengan isi kepala saya siang tadi. Subhanallah. Ditambah lagi, diary ini berisi nasihat Islami, berpadu dengan kebutuhan duniawi yang rasanya: dinie banget deh! Masa saya tega mengasihani diri saya pulang dengan menyesal tanpa membeli diary ini?
Sekarang saya puas, saya sudah memiliki diary itu. Walaupun barangkali agak sedikit terlambat membelinya, karena hari ini sudah Oktober, artinya 2 bulan lagi menuju Tahun Baru. Namun tak mengapa, karena ternyata di diary yang saya beli, tidak mencetak tahun 2007 sehingga itu berarti, sampai tahun depan saya masih bisa tulis-tulis bebas di diary ini nanti. Waaah senangnya. Diary seperti inilah yang saya inginkan sebagai hadiah ulang tahun. Tapi saya senang sudah membelinya dengan uang sendiri. *Berarti inilah hadiah ulang tahun untuk saya, walaupun sudah telat 3 bulan hehe kayak hamil aja*.
Alhamdulillah. Saya sangat senang. Optimis saya sekarang pelan-pelan mulai muncul. Rasa optimis untuk melangkah ke depan dalam rangka menjadi ketua panitia event nanti. Waaah, Allah memang hebat memacu semangat saya lewat sebuah diary mungil yang tak lepas dari kalimatNya pula. Thank You, Allah.
Sunday 7 October 2007
Tolong Bina, bukan Binasakan
Apakah terlihat aneh ya ketika para akhwat bercengkerama di kafe begitu? Setau saya

Stress saya lepas. Debar saya karena menjadi ketua panitia sebuah event bernama English Pintar pelan-pelan turun seiring tawa yang muncul bersama teman-teman yang sungguh kompak ’menggila’. Menjadi ketua panita, sebuah event yang sangat ingin saya saksikan eksistensinya, sebuah tantangan untuk saya, namun juga suatu tanggung jawab yang bisa mendebarkan jantung saya. Apalagi, ditambah dengan beberapa bibir manis yang saya tak tau apa tujuannya. Ikut campur, peduli, memojokkan, atau ingin memprovokasi, entahlah. Barangkali mereka peduli, namun cara yang muncul ke permukaan memunculkan argumen seakan mereka ingin menyulut api emosi. Nah, nambah lagi kan tantangan dan cobaan saya. Masya Allah.
Terima kasih wahai bibir-bibir manis. Ucapan dari bibir tersebutlah yang akan menjadi noda dalam kepanitiaan saya dan teman-teman setia saya. Ga ada noda ya ga belajar. Terima kasih. Berkat noda dari kalian, wahai pemilik bibir manis, maka saya dan teman-teman mendapatkan kesempatan untuk belajar.
Kapan ujiannya? Jadi, kalau bisa jangan terus menerus menabur noda ya. Sekali-sekali, dukung kami dengan membeli pemutih atau detergen sehingga keberadaan bibir manis itu tidak sekedar meninggalkan noda, tapi bisa benar-benar menjadi PENASEHAT YANG MEMBINA, bukan penasehat yang MEMBINASAKAN.

Saturday 6 October 2007
temanku keluargaku

Kenapa? Magrib kemarin, Ibu saya berkata bahwa ketika sedang kesulitan, keluarga akan membantu. Dalam situasi terjepit, seperti terkena musibah, keluarga akan jadi orang yang paling peduli. Tapi sayangnya, hal ini tidak begitu saya rasakan secara mendalam. Bukan berarti keluarga saya tidak membantu saat saya sedang sibuk atau terjepit, namun keluarga saya selalu kalah langkah mengulurkan bantuan. Sangat jarang sekali saya menemukan orang berkata, “Dia keluarga saya, sudah seperti teman sendiri.”. Namun seringkali saya mendengar orang-orang berkata, ”Oh, dia teman dekat saya, sudah seperti keluarga sendiri.” Dan tidak sekedar kalimat, namun dengan implementasi yang bisa dipertanggung jawabkan pula.
Nah, itulah yang saya jadikan alasan utama untuk tetap hang out dengan teman-teman saya akhir pekan nanti. Di kampus saja, tidak cukup untuk meluangkan waktu kami yang berharga demi sebuah kebersamaan. Beda rasanya. Waktu kosong saat menunggu kehadiran dosen di kampus, dengan waktu kosong yang sengaja kami luangkan untuk bersama-sama sungguh kentara sekali bedanya. Walaupun kegilaan yang dituangkan selalu saja hampir serupa di setiap acara, namun kekhususan waktu yang sengaja dicari akan menambah makna kebersamaan saya dan teman-teman. Merekalah teman saya, yang sudah seperti keluarga saya sendiri.
Untuk itu saya berdoa, semoga persahabatan ini tidak melenakan saya. Semoga kepercayaan yang mengalir tidak membuat kami menjadi lupa. Semoga tawa yang setiap hari tercipta benar-benar menjadi warna indah yang padu, menghilangkan semua yang abu-abu.
Thursday 4 October 2007
Gaby - Gank Budak Intelek *haha*

Kaki-kaki yang sebenarnya sudah pegal itu memutuskan untuk masuk ke pusat perbelanjaan berisi pakaian-pakaian dan sepatu. Menuju tempat bernama Matahari Department Store, kami bertujuh pun memulai petualangan. Pola belanja yang macam-macam, bikin saya geleng-geleng kepala. Lamaaaa banget nangkring di stand sepatu, consider buat yang bertali atau yang engga, eeeh akhirnya pilih yang pertama diambil juga. Pyuuuwh. Untung aja beli. Kalo ga jadi beli kan kasian Mbak SPG-nya. Ulah wanita yang lagi kena sindrom ’males pulang ke rumah, pengen belanja’, begitulah dia.
Ternyata, saya dan teman-teman memang bukan tipe orang yang sangat menjunjung tinggi nilai dan azas fashionable. Buktinya, kita semua ngga betah berlama-lama di MDS, melainkan langsung bergerak ke Toko Buku Gramedia. Wah, saya kan kalau udah di toko buku, apalagi kalo di Gramedia, bawaannya jadi males keluar Mal. Suka lupa waktu. Baca gratis di Gramedia, duduk di lantai lesehan udah kayak di rumah sendiri aja hehe. Kenikmatan yang beda ketika ngelantai (maksudnya duduk di lantai) dengan teman-teman, bisa membaca sambil mengomentari isi buku.
Bersahabat memang indah. Saya merasakan semangat persahabatan lagi hari ini. Sebuah persahabatan yang selalu saja unik. Kadang, cela caci hina di mata orang lain menjadi sebuah guyon tanpa menimbulkan atmosfer yang dapat merusak suasana hati. Kadang, hal-hal kecil yang tak perlu dikomentari menjadi begitu penting untuk dibahas dalam forum ’besar’. Sebuah persahabatan yang sangat menyenangkan. Tidak membuat saya lupa diri, menjaga saya untuk tetap berjalan di jalur yang benar, tanpa keluar dari garis cakrawala.
Sahabat-sahabatku, tetaplah menjadi sahabatku. Dengan identitas kalian masing-masing, tanpa perlu bertukar KTP hehe.
Tuesday 2 October 2007
Minderkah Anda?
