And yesterday, I served this song *I am listening Buble everything, and I think I NEED TO listen it at least once in a day!* to my students as listening practice. I tried to influence them to love Everything, and it worked. They were trying to love Everything, sang it together, and translated every single lyric of the most played song when broadcasting of mine. I am satisfied, not only yesterday, but also TODAY!
It’s all about Buble, it’s all about my Everything, and it’s still all about me. Now, let me talk about the most important thing *is it the most?* that a woman should be able to do:

Baiklah. Mari kita lihat (baca: baca) opini dari seorang wanita yang tidak *belum* pandai memasak.
Menjawab pertanyaan di atas, menurut saya, wanita harus bisa memasak, tapi tidak penting bagi wanita untuk pandai memasak. Kenapa tidak penting? Karena sekarang sudah ada begitu banyak rumah makan padang dan rumah makan siap saji yang murah meriah menyediakan lauk pauk komplit sama sayur. Lah, jadi kenapa saya jawab kalau wanita harus bisa memasak?
Oke, mari kita lihat konteks kata dan kalimatnya. BISA dan PANDAI, beda kan? Nah, saya sih sekarang kalau dibilang ga bisa masak, saya ga terima. Saya bisa kok masak mie instan, bikin nasi goreng, sama masak air! Tapi saya tidak cukup pandai memasak makanan yang sedikit agak berat *menurut saya loh* seperti pepes ikan, tumis kangkung, tempe bacem, dan jenis-jenis masakan lainnya yang saya hanya bisa makan mereka tanpa tau namanya. Belum waktunya, kalau menurut saya. Jadi, saya yakin, akan ada waktunya nanti untuk saya jika tiba saatnya untuk benar-benar BISA meracik dan mengolah sendiri jenis-jenis makanan yang selama ini hanya bisa saya makan saja.
Kenapa wanita harus bisa memasak? Apakah benar wanita yang tidak bisa memasak tidak akan dapat suami? Oke, dari berbagai pengalaman dan tanya sana sini pada kaum pria, ternyata SEBAGIAN BESAR pria mendamba istri yang PANDAI masak. Yakin, para pria yang sedang baca tulisan ini juga SAYA PASTIKAN, ingin punya istri yang bisa masak enak kan? Hmmm, jadi apakah mereka *saya dan para wanita yang belum bisa memasak enak ini* bakalan ga dapat suami? Nah, dari berbagai pengalaman bertanya dan survey tanpa rencana yang berhasil saya himpun, wanita yang tidak bisa memasak ternyata masih berkesempatan untuk bersuami. Malah, para wanita yang awalnya tidak bisa memasak ini, setelah menikah, mau tidak mau jadi bisa masak juga. Malah, terbukti *tante saya* masakannya lebih enak dari masakan orang lain. Seiring berjalannya waktu, learning by doing alias otodidak dan ngerumpi kanan kiri sama tetangga toh akhirnya jadi proses pembelajaran paling baik. Memasak yang otodidak, why not? Masa sekali masak harus langsung enak... jadi koki aja kalo gitu hehe.
Apa efek buruknya kalau wanita tidak bisa memasak? Hmmm, saya tidak tau betul mengenai masalah ini. Tapi, kemungkinan buruk yang bisa diperkirakan adalah wanita yang ga bisa masak akan dapat pandangan minus di mata ibu mertua. Pernah, saya punya teman (baca: gebetan), yang mengklaim pada saya bahwa jika ingin menjadi salah satu anggota keluarganya (baca: istri), keluarganya akan mengadakan tes kecil-kecilan yaitu dengan peragaan proses dapur, termasuk bagaimana cara menyiang ikan yang benar, mencuci udang, cuci piring, dst *saya lantas mundur teratur, walaupun sebenarnya bukan itu alasan utama saya mundur dan meminta perubahan status dari gebetan menjadi teman biasa*. Ibu saya juga mengklaim begitu.
”Din, nanti liat deh kalau kamu ga bisa masak, ibu mertua pasti menjeling sinis ke kamu”, kata Ibu saya.
Berhubung saya belum punya ibu mertua, dan berharap semoga ibu mertua saya nanti sama seperti saya *tidak bisa masak juga dan tidak masalah calon menantu ga bisa masak*, jadi saya ga begitu ambil pusing sama apa yang dikatakan ibu saya. Bukannya mau jadi anak durhaka atau gimana. Ya abis mau digimanain lagi. Sepertinya tangan ini diciptakan belum untuk benar-benar memasak. Daripada keracunan dan masakan keasinan, kan lebih baik tangan ini terampil di bidang lain saja, toh?
Oke, terampil di bidang lain, artinya bakat? Nah, bagaimana jika wanita memang tidak bakat masak? Hmmm, barusan saja saya ngobrol kecil dengan seorang teman laki-laki saya. Menurutnya, masak itu bukan bakat yang bisa atau tidak bisa dimiliki seorang wanita, tapi suatu keharusan yang dimiliki oleh seorang wanita. Bagaimana akan berumah tangga kalau masak aja ga bisa? Itu dia alasan utama yang dijadikan sebagai semacam primary reason. Alasan utama wanita harus bisa memasak adalah untuk suaminya. Hmmm saya belum punya suami, jadi gapapa dong ga bisa masak ehehehe.
Baiklah, masalah bakat atau engga, saya sepakat dengan teman saya, bahwa tidaklah perlu suatu bakat khusus ketika bicara tentang masak memasak. Sudah selayaknyalah seorang wanita bisa memasak. Di Indonesia, Wanita = Sumur Kasur Dapur, masih berlaku bagi sebagian besar keluarga. Memang saat ini tak bisa kita pungkiri, ada beribu-ribu wanita karir di berbagai jenis kantor. Namun, melihat fenomena di sekitar saya, mau tidak mau pada akhirnya, wanita akan kembali ke kodratnya: MEMASAK.
Kesimpulannya adalah: Saya masih belum bisa memasak, dan entah kapan akan benar-benar belajar masak. Waktu kosong benar-benar untuk tidur, dan ketika tidur badan saya benar-benar jadi melar lagi. Hmmm, benar-benar persiapan serius sebelum bulan Ramadhan yah. Benar-benar EDAN!