dhz tweets fb dhz dhz on pinterest dhz g+ dhz socmed dhz blogs dhz is ... Home Home Image Map

Sunday, 30 December 2007

MEMILIH PERASAAN

Saya masih mencatat sebuah rasa senang yang terjadi pada saya, tepat pada tanggal ini, 30 Desember, 2 tahun yang lalu. Sebuah rasa senang terlintas sesaat, tak lagi bisa saya rasakan seperti saya masih bisa membaca catatannya pagi ini. Berbeda, senang saat itu dan perasaan yang sedang saya rasakan pagi (dini) hari ini. Barusan saja saya selesai nonton film Harry Potter and The Chamber of Secret. Saya tidak ingat, sudah berapa kali saya nonton sekuel Harry Potter yang kedua itu. Yang pasti, belum pernah saya merasa bosan menyaksikan wajah Daniel Radcliffe yang tampan *haha*. Dan, pelajaran yang bisa saya ambil dari film itu adalah penggalan kalimat bijaksana yang keluar dari mulutnya Albus Dumbledore:

Bukan di mana kita berada yang menentukan siapa diri kita,
tapi pilihan kitalah yang menentukan siapa diri kita.

Ya, mau tidak mau saya sedikit mengingat sebuah lagu yang sangat saya sukai, liriknya dan tempo lagunya yang pas: BIP, Ternyata Harus Memilih. Marilah kita menyetujui apa yang dikatakan oleh Albus Dumbledore di film Harry Potter yang barusan saya tonton. Tepat sekali dengan keadaan umat manusia saat ini. Ada begitu banyak pilihan, terkadang pun hanya 2, tak jarang, klaim tak ada pilihan meluncur pula. Yah, tanpa kita sadari, sesungguhnya kita hidup dalam beragam pilihan. Pilihan kitalah yang pada akhirnya menentukan, jati diri kita yang sesungguhnya. Lantas, apa hubungannya pilihan-pilihan dengan rasa senang saya 2 tahun atau 1 tahun yang lalu? Yeah, walaupun saya tidak bisa rasakan lagi betapa senangnya saya pada 30 Desember 2005, paling tidak hari ini saya kembali tersentak, sedikit dibuat sadar oleh film yang saya tonton bahwa 2 tahun lalu, hari ini, dan mungkin 2 tahun yang akan datang, sayalah yang memilih sendiri perasaan apa yang ingin saya bawa dalam hati.

Nah, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur *serasa UUD ga sih?*, 2 tahun yang lalu saya telah memilih untuk merasa bahagia dengan kejadian yang telah saya alami. Pun begitu pagi ini. Saya memutuskan untuk memilih merasa bahagia dengan apa yang sudah saya miliki, segala yang telah saya alami di hari-hari lalu, all the things do make me happy. Saya ingin bahagia setiap hari.

Yes, I choose to be happy everyday. Even it will be OK if I have to be happy after being sad. Because being sad means I am in my nice step to be happy everyday.


(Q.S 94:6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Friday, 21 December 2007

LAMPU MERAH TOTAL


Karena nila setikit, rusak susu sebelanga……

Begitu mudahnya bagi manusia,

yang tak lebih dari sekedar hamba,
yang tak kaya daripada Nabi Sulaiman,
yang tak takwa daripada Nabi Ibrahim SAW,
yang tak menawan daripada Nabi Yusuf,
yang tak setia daripada Siti Hajar,
yang tak bertakwa daripada Siti Khadijah,
yang sama sekali jauh dari sempurna,

untuk segera jatuh ke dalam emosi yang setitik...

Pemikiran dunia, emosi... lagi-lagi emosi...

Sebuah judgement menitik pada satu agreement.

Lampu Merah Total!


Saat sabda Nabi SAW yang begitu mahsyur terdengar, tak lagi diraih dengan hati.
Saat sebuah hati sama sekali tak bisa menyampaikan perasaan pecahnya.
Saat semua akar busuk masa lampau tercium lagi aromanya, lupa akan manfaat busuknya yang menanti menjadi kompos, menumbuhkan dahan lain yang belum diketahui faedahnya.

Yah, saat sebuah petak segi empat dilihat dari kiri saja.

Semuanya menjadi sebuah Lampu Merah Total tak tertawarkan.

Sunday, 16 December 2007

Resolusi 2008

Desember sudah setengah jalan. Rasanya, resolusi sejak tahun lalu masih berbunyi seperti resolusi untuk tahun 2008 nanti:


What would and should do in 2008? (Tahun lalu, tertulis 2007 :) )

Come on Dinie, hilangkan sifat-sifat buruk yang pada akhirnya merugikan diri kamu sendiri!

Egois. Ayo din, mikir dong! Di dunia ini, kamu hidup bersama jutaan manusia yang tak semuanya meletakkan diri kamu sespesial kamu ingin dianggap. Egois = mematikan diri, mematahkan sayap, hilang terbang.

Emosi berlebihan. Please din, lebih cerdas control emosi. Ada saatnya ketika kamu boleh keluarkan emosi kamu. Cerdaslah memilih tempat untuk keluarkan emosi. Kurangi rasa terlalu ingin memiliki yang berlebihan, posesif. Please, do remember Dinie. Manusia, wahai manusia. Kamu tidak bisa MEMILIKI manusia. Emosi terlalu meluap = Menyayat hati sendiri.

Tidak mendengarkan. Iya, kamu penyiar yang (mungkin) punya banyak pendengar. Tapi sungguh, itu tidak berarti lantas kamu tidak gunakan hakmu untuk mendengar. Mendengar itu hak berharga, Dinie. Please, do listen! Dengarkan dan laksanakan apa yang memang pantas untuk kamu kerjakan.

Arogan. Masya Allah, Din! You are really nothing. Apa sih yang kamu sombongkan? Cerdas, tegas, ide? Dih, ga ada apa-apanya itu! Kamu itu kecil, Dinie. Kamu bukan siapa-siapa. Kamu hanya Dinie, Dinie Saja. Rendah hati ya Din. Please be humble. Humble for really being humble, not to show your arrogant side.

Nah, Dinie. Tahun-tahun sebelumnya, sifat-sifat tersebutlah yang membuat kamu merasakan sebuah sakit yang luar biasa. Sepanjang hari, sifat-sifat itu membuat kamu sendiri menggerogoti sisi God Spot yang ingin bekerja maksimal dalam dirimu, untuk dirimu, untuk dikembalikan padaNya yang telah menyeimbangkan segala sesuatu dengan begitu sempurna.

Akankah terulang lagi di 2008?


Please, Din. Jangan terus tulis resolusi kalau isinya tidak pernah berganti. Maka, berfikirlah wahai hamba Allah. Berfikirlah dengan jernih.



Berfikirlah, bahwa ada kalanya,
kita butuh lebih dari sekedar 2 buah telinga untuk mendengar.
Berfikirlah, bahwa ada masanya,

kita butuh lebih dari 2 mata untuk melihat.
Berfikirlah, bahwa ada saatnya,

bahkan hati pun tak cukup untuk merasa.


I’d like to say: Yes, I WILL CHANGE, and am always changing better. Saat ini, saya memang belum pantas untuk dapatkan seorang yang baik, dan belum ingin mendapatkan siapa-siapa. Karena Allah menjanjikan bahwa wanita baik mendapat pria baik, wanita pezina (tidak baik) mendapat yang tidak baik juga.

I do want to say, someday:

I was a bad one, but in my meaningful step to the beauty trace of changing, to have a real better me, then get the best for me for going on this life.

Saturday, 15 December 2007

Again, silly emotion


Betapa naifnya saya, lagi dan lagi.

Ternyata...
Saya belum cukup dewasa untuk mencintai.
Saya belum cukup pengertian untuk memahami.
Saya belum cukup profesional untuk tidak cemburu.
Saya belum cukup mampu untuk menahan hati.



Padahal...
Saya pernah berkata bahwa ketakutan manusia terhadap sesuatu di dunia, justru akan membawa manusia pada ketakutannya itu.
Sekali saja saya berkata saya takut mencintai orang yang tak berani saya cintai, maka sebenarnya saya sedang dalam proses mencintai orang tersebut.
Maka, sedikit saja saya merasa takut kehilangan orang yang sudah berhasil saya cintai dan mencintai saya itu, maka jejak awal ketakutan itu akan tampak pula.

Bersiaplah kehilangan manusia, wahai manusia.
Karena, tidak akan ada seorang manusia pun yang tak kehilangan, sesuatu dan seseorang yang sangat dicintai sekalipun.


Terima kasih, telah terbuka mata hati ini kembali, bahwa manusia bukan untuk diharapkan, tidak untuk dinantikan. Bukan manusia tujuan saya kembali. Bukan manusia yang selamatkan hidup saya. Bukan manusia yang membawa saya menjadi tetangga Rasulullah. Seluruh manusia di dunia ini tau, hanya Allah SWT saja yang paling pantas dinanti, paling berkuasa menyatukan saya dengan manusia-manusia yang sudah sadar bahwa tidak ada seorang manusia pun untuk dijadikan tempat bergantung dalam hidup ini.

Friday, 14 December 2007

Silly Emotional, Hurt

Hurt, I am standing for myself... Hidden this tears inside... Hurt myself deeply, so much deep inside... Just wonder, whether it's normal or not. I am hurt, and breaking myself away.

Wednesday, 12 December 2007

Orang dan 1 orang

Memiliki beragam jaringan kerja, memiliki variasi karakter sahabat-sahabat tercinta, menghadapi begitu banyak sifat manusia yang berbeda-beda membuat saya luar biasa bahagia.

Tersebutlah, malam ini, seorang murid saya bercerita tentang problem yang saya anggap begitu sederhana, tapi bisa bikin dia pening kepala. Tawa spontan begitu saja lepas setelah dia akhiri obrolan di telepon. Hehe lucu aja mengingat murid saya itu dulunya pernah di cocok-cocokin sama saya, lalu malam ini dia bercerita bahwa dia sebenarnya ga mau jadian sama pacarnya yang juga murid saya. Waduh waduh... saya mau ngelamar jadi guru bimbingan dan konseling merangkap instruktur speaking English deh kalo gitu .

Iya, sejujur-jujurnya bicara, saya lebih senang meletakkan posisi saya sebagai teman bicara untuk murid saya daripada harus berdiri di depan kelas dan menjelaskan pelajaran yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Makanya, setiap kali saya berkesempatan mengajar, rasanya belum pernah sekalipun saya benar-benar mengajar yang sekedar menjelaskan materi. Kelas saya malah jadi garing kalau hanya berisi materi. Yeah, jelas ada materi lain yang lebih menarik dan lebih reachable ketika diterapkan langsung di medan perang, bukan di kertas putih bertinta hitam rapi penuh huruf.

Lagipula, sesungguhnya mereka bukanlah murid saya, melainkan teman sebaya yang memang layak dibagikan dan membagikan cerita. Selayaknya sahabat-sahabat saya yang luar biasa, mengingatkan dan diingatkan.

Saturday, 1 December 2007

Oh... my xtacy...





Gosh, it is 1st again!



Tidak ada tulisan-tulisan lagi di blog ini ya sepertinya. Anyway, saya ingin kembali bermain dengan kata-kata. Pusing juga lama-lama berdiam diri dan tidak gerak jari. Hari ini, khusus saya curahkan waktu ini untuk bercinta dengan suasana.

Well, belakangan, berita beredar *di infotainment* adalah sibuk bahas tentang artis yang tertangkap gunakan narkoba. Beberapa waktu lalu, Roy Marten resmi dinyatakan tersangka untuk yang kedua kalinya. Tak lama, muncul nama Fariz RM. Ada juga pelawak Gogon, pemain film Gary Iskak dan akhir-akhir ini, Ahmad Albar dan anaknya, Fachri Albar juga ikutan meramaikan warna infotainment dengan berita keterlibatan mereka di narkoba.

Hal menyenangkan yang saya serap dari berita-berita tersebut adalah bahwa pamor mereka sebagai selebritis tidak benar-benar buruk di mata masyarakat. Sebagai bukti, Roy Marten ketika pertama kali dinyatakan bersalah dan terlibat narkoba, tetap diterima kembali dengan senyuman hangat di dunia entertainment. Dia main sinetron lagi. Tidak ada sanksi sosial signifikan yang terasa. Betapa luar biasa masyarakat Indonesia. Saya pun salut dengan kejujuran Roy Marten dan keluarganya yang mau mengakui bahwa dia benar-benar terlibat barang haram itu. Sayang sekali, Roy harus jatuh dua kali. Dan luar biasa lagi, fansnya tak bergeming untuk hilangkan rasa simpati buat Roy Marten. Sebuah kharisma yang luar biasa!

Pagi ini, saya simak berita lagi tentang Ahmad Albar. Teman-teman dekatnya menyatakan kalo Ahmad Albar adalah orang baik yang berjiwa sosial, rela membantu sesama tanpa pandang harta. Ahmad Albar adalah orang yang jauh dari hal-hal negatif. Orang baik-baik deh intinya. Walaupun mengakui bahwa mereka pernah terlibat barang haram narkoba beberapa puluh tahun lalu, tetap saja rasanya menjadi aneh dan mustahil begitu tau Ahmad Albar jatuh lagi ke lubang yang sama. Duh duh, narkoba.

Kadang saya tidak begitu mengerti dan sangat susah untuk memahami bagaimana bisa orang-orang jatuh ke dalam sebuah lubang yang mereka sendiri sudah tau bahwa di dalam lubang itu ada duri. Apakah duri-duri dalam lubang itu rasanya manis ya jadinya pengen masuk lagi?

Yea, saya memang belum pernah rasakan nikmatnya narkoba, atau bahayanya narkoba. Tapi paling tidak, cukuplah saya menjadi ekstasi kehidupan untuk diri saya sendiri. Kalau saya gunakan diri saya terlalu banyak, artinya saya sedang berusaha membunuh diri saya sendiri. Setuju?

Saturday, 24 November 2007

Takut jatuh cinta

Saya teringat sebuah sinetron di RCTI yang diperankan oleh Elma Theana dan Derry Drajat, menggunakan soundtrack lagu Sheila On 7, Sahabat Sejati. Sebuah sinetron berjudul Takut jatuh cinta apa siapa takut jatuh cinta gitu deh... Kalau sampai jatuh cinta, akan ada hal-hal aneh yang terjadi pada orang yang dicintai.

Nah, sekarang ini, saya lagi takut jatuh cinta. Padahal, saya sendiri seringkali berkata dan sudah pernah berkata kepada
orangnya bahwa pernyataan ketakutan itu adalah refleksi dari perasaan yang ada dibalik rasa takut itu. Ketika berkata, "Saya takut suka beneran sama kamu". Itu artinya, kamu sudah suka beneran sama saya. Begitu juga ketika saya berkata, "Saya takut jatuh cinta saat ini". Sudah jatuh cintakah saya?

Sungguh, malam ketika saya menangisi ulil amri yang akan memimpin Kalbar itu, berlanjut dengan sebuah tangisan panjang lain yang mengantarkan saya pada sebuah ketakutan luar biasa. Iya, saya memang sudah jatuh cinta. Yang saya takuti adalah, dengan jatuh cinta itu, saya akan mengecewakan orang yang saya cintai dan mencintai saya, menyiksa perasaan saya sendiri, dan akhirnya ditinggalkan. Sebuah kata yang menenangkan: Have Faith... Iya, saya bisa percaya sebelum saya ungkapkan apa yang menjadi penyebab ketakutan saya.


Yeah, takutlah selalu. Padahal, saya sudah tau bahwa sirkulasi ketakutan yang saya ciptakan hanya akan jadi dinding transparan yang merugikan diri saya sendiri.
Dekat dengan kebahagiaan, tapi tak dapat meraihnya...

Saturday, 17 November 2007

Kalbarku, ku menangis

Entah kenapa, sepertinya baru malam ini saya begitu peduli dengan eksistensi pejabat teras kota Pontianak tercinta. Saya menangis, mengetahui hasil perhitungan suara tentang siapa yang akan menjadi pemimpin provinsi Kalimantan Barat berikutnya. Yeah, memang benar air mata tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi saya sedikit lega mengeluarkan tangisan itu malam ini. Helaan nafas saya seakan baru saja melepaskan sebuah jahitan terik sesakkan dada. Saya benci, sungguh tak ikhlas dunia akhirat jika harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang sangat jauh dari karakter pemimpin yang disyari’atkan dalam Islam. Bagaimana mungkin ulil amri saya nanti tidak akan melakukan shalat 5 waktu?

Tapi dunia belum akan berakhir. Memang saat ini, telah diyakini bahwa umat Islam sedang berada dalam masa kepemimpinan para dajjal. Namun saya yakin, inilah rekayasa Allah SWT. Pasti akan ada begitu banyak hikmah di dalamnya. Dan lagi, masih ada kesempatan untuk tidak dipimpin seorang ulil amri yang menganut keyakinan dalam ketidakmayoritasan publik. Jikapun kesempatan itu hilang *na’udzubillah, ya Allah… cobaan yang luar biasa bagi masyarakat Kalbar* maka hal baik dan hal buruk tentu saja sudah ditakdirkan sebagai bagian dari kehidupan.

Yeah, bagaimanapun juga, tangisan malam ini pun mengantarkan saya pada sebuah tangisan lain yang jauh dari dunia politik. Ada tangis bahagia dan khawatir juga malam ini…

Friday, 16 November 2007

thought, mind



“What do you want?”

“I want to know about what you want?”

“What I want? Well, I do want to know what’s in your mind.”

“In my mind, means what am I thinking?”

“Yes.”

“I am thinking about what you are thinking is actually not important thought to think!”


Thank you

Thursday, 15 November 2007

Ganti Template

Senengnya, hari ini saya berhasil ganti template blog saya. Tapinya, karena saya berhasil ganti, akhirnya semua data link teman-teman yang sebelumnya sudah berbaris rapi di sini, terpaksa harus hilang semua. Nah, demi kemaslahatan silaturahim kita, gimana kalo temen-teman yang sudah me-link blog saya di blog teman-teman, masukkan linknya ke tab LINK YOURS di sebelah kiri, OK?

Jadi kan, kita tetap bisa saling berkunjung ke blog masing-masing, gitu... setujuuu?

Thursday, 8 November 2007

ASDOS = Asistennya Dosen

Saya ingat saya pernah punya cita-cita untuk menjadi asisten dosen sebelum saya lulus kuliah. Tidak ada target di semester berapa saya bisa. The sooner the better. Saya ingat juga pernah berkata pada diri saya sendiri, ”Saya akan menjadi seorang asisten dosen, dan saya akan menjadi dosen suatu hari nanti”. Sempat sedikit terhapus ingatan saya tentang perkataan saya itu karena rasa bosan akibat porsiran tenaga tak henti-henti dari pagi sampai malam. Namun, hari ini, saya merasa bahwa perkataan itu sungguh benar-benar telah tertanam kuat menjadi sebuah kalimat FUTURE yang benar-benar akan terjadi.

Saya sebenarnya tidak begitu paham, seperti apa yang disebut sebagai asisten dosen. Selama ini, yang saya tau dan yang masih saya jalankan adalah saya sebagai koordinator kelas. Koordinator kelas itu kerjaannya tiap ada mata kuliah, bolak balik ke ruang kelas dan ruang akademik untuk ambil absen, ngembaliin absen, ngumpulin nama-nama kelompok, dan bla bla bla. Orang-orang yang betah mengerjakan hal-hal tadi tentu saja tidak terlalu keberatan. Enaknya jadi koordinator kelas, dikenal sama dosen untuk mata kuliah tersebut, sudah pasti. Kalau sudah dikenal dosen dan kitanya ngga banyak tingkah, ngerjain tugas beres, aktif di kelas, hasil akhir pun dijamin akan sangat memuaskan.

Nah, tentang asisten dosen itu sendiri, saya hanya tau secara sekilas bahwa tugasnya adalah menggantikan dosen utama yang ga bisa hadir untuk satu mata kuliah. Saya ga tau apakah seorang asisten dosen harus selalu menemani bapak atau ibu dosen untuk selalu berada di dalam kelas tempatnya mengajar. Saya hanya tau bahwa asisten dosen berarti seorang pengajar yang menggantikan dosen utama tadi. Entah itu untuk beberapa masa tertentu, atau terus berkepanjangan.

Kemarin pagi seorang dosen meminta saya untuk menggantikannya mengajar di sebuah akademi di Pontianak. Apakah saya bisa disebut asisten dosen walaupun hanya sekali menggantikan mengajar?

---------------- after teaching ----------------


Hmmm, sebuah kelas yang menyenangkan rupanya.

Dan ini untuk pertama kalinya saya membubuhi tanda tangan saya di kolom paraf dosen. Dih, saking ga biasanya ngasi paraf, semua kartu DHK mahasiswi tadi saya tanda tangani gyehehehe...

Tuesday, 6 November 2007

Musuhku, Je t'aime

Wah, sudah begitu lama tidak memanjakan diri dan mengembangkan logika saya nih. Bukannya sok sibuk atau terlena menanti maret sih. Tapi lebih pada time management yang kayaknya agak sedikit berbeda dari biasanya. Sekarang, welcome back idea. Welcome my true inspiration.

Pagi yang sungguh menyenangkan. Entah kapan terakhir kalinya saya bergembira ria di pagi hari seperti hari ini. Saya ingat, salah seorang penyiar di radio tempat saya siaran pernah berkata: ”Mulailah pagi anda dengan sesuatu yang dapat menyenangkan hati anda. Anda bisa dengarkan lagu favorit untuk membangkitkan kembali semangat anda, atau lakukanlah hal yang menurut anda bisa membuat anda tersenyum seharian ini!”.

Pagiku tersenyum dari deringan handphone :) Deringnya saja sudah menyenangkan. Tapi sungguh, saya benar-benar tidak bisa biarkan deringnya terlalu lama. Harus segera diangkat! Ternyata, jadi lebih menyenangkan setelah handphone saya tidak berdering lagi. Benar-benar amazing morning full of smiling :) Pagi yang menyemangatkan saya untuk selesaikan urusan duniawi buat hari ini. Sebuah pagi yang juga mengantarkan saya untuk mencintai seorang musuh. APA? MENCINTAI MUSUH? Apalagi ini?

Sangat menarik. Banyak orang yang *sangat saya yakini* tidak ingin memiliki seorang musuh pun di dunia ini. Garis bawahi kata seorang. Count out setan-setan yang memang sejak lahir sudah jadi musuh kita. Nah, secara manusiawi, tentu saja manusia tidak mau bermusuhan atau mencari-cari musuh ya? Tapi, rupanya pagi yang cerah ini telah mengantarkan saya pada satu statement yang bagi saya sangat menarik:

Musuhku, Je t’aime.


Ya, saya mencintai musuh saya. Dia seorang musuh yang saya yakini, pun mencintai saya juga. Dia musuh yang menyenangkan. Seorang musuh yang barangkali tidak begitu sadar bahwa di luar koridor hubungan profesional yang harus dinanti usai hingga maret itu, sudah menjatuhkan dirinya ke dalam sebuah cinta yang sama sekali tak pernah dibayangkan, tak pernah diimpikan, tak pernah diprediksikan.

Musuhku, jangan berhenti memusuhiku di dalam batas hubungan profesional ini. Musuhku, saya sayang kamu.

Siapa lagi yang mau jadi musuh saya?

Friday, 2 November 2007

Wanita Baik

Walaaah, sudah bulan november ya? Alhamdulillah, sebentar lagi menyongsong tahun 2008! Ada banyak agenda yang sudah saya rancang untuk tahun depan, terutama menantikan maret yang mendebarkan.

Bulan november, berarti sudah melewati 3 bulan dari bulan di mana saya berjanji untuk menjadi seorang wanita yang lebih baik. Sampai dengan hari ini, rasanya perubahan ’baik’ yang saya maksudkan belum terasa juga. Makanya, awal bulan ini, kembali saya refresh pikiran dan hati untuk beranjak memperbaiki diri yang sempat tenggelam sejenak ke dunia penuh pemikiran fatamorgana. Saya mau menjadi wanita baik-baik. Bukan sekedar untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk semua orang yang butuh saya menjadi wanita baik.

Baik itu relatif. Dulu, waktu SMP, saya mengartikan ’orang yang baik’ sebagai seorang yang suka mentraktir. Sampai sekarang pun sepertinya masih deh hehe. Setuju kan, dimana-mana, kalau abis ditraktir orang, kita pasti langsung memuji orang yang mentraktir kita sebagai orang baik *ngaku nggak?!*. Anway, ternyata arti dari ’baik’ rupanya tidak sedangkal itu. Saya yakin, harus ada pendalaman lebih mendalam lagi untuk memberikan penilaian baik pada seseorang. Apalagi, jika kita kaitkan ke pilkada. Hmm, beda lagi deh urusannya. Males ah ngomongin pilkada. Bikin bad mood nulis aja deh.

Nanti saja ya nyambung lagi. Pilkadanya masih lama. Tanggal 15 november 2007 baru akan ditentukan oleh warga Pontianak, siapa gubernur berikutnya. Jadi, sekarang kampanye aja dulu. Monggoo...

Wednesday, 31 October 2007

Main - Main Language

Ini minggu terakhir saya bisa ada di rumah untuk jelang malam nih. Bulan depan, sudah harus pulang malam lagi, hampir setiap malam. Lagi-lagi pekerjaan. Bingung juga bagaimana nih saya akan splitting body into different but many purposes and places.

Hmmm, kalau saya lihat-lihat postingan saya, sebagian besar mencampuradukkan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris deh. Kenapa begitu thekupu blog’s owner? State your reason clearly in front of the readers! *Tuh kan, nyampur aduk lagi!*

OK. Saya pernah berkata, tepatnya menuliskan, dalam blog saya ini bahwa saya berbahasa Inggris ketika saya ingin memaparkan cerita yang sesungguhnya ingin saya sampaikan secara implisit dalam Bahasa Indonesia. Keterbatasan kemampuan menulis secara implisit rasanya menjadi salah satu alasan yang membuat saya masih suka menggado-gadokan *aduuuh, sekarang nama makanan dijadikan kata kerja!* tulisan saya di blog ini.

Begitu banyak juga orang-orang awam bermain dengan bahasa. Yang barusan saja saya alami adalah kejadian belakangan ini di tempat saya mengajar. Saya kaget waktu beberapa staff administrasi di sana menanyai arti dari ”What a man!”. Saya pun agak-agak bingung mau jawab bagaimana karena sebelum kata ”man” tidak ada sebuah adjective disisipkan. Akhirnya, saya sepakat dengan diri saya sendiri, menyimpulkan bahwa ”What a man” adalah sebuah exlamation expression, dan saya jawab, ”Itu bisa diartikan sebagai Pria Sejati”. Mereka lantas terbahak. Barangkali, saking inginnya memasyarakatkan Bahasa Inggris, sampai-sampai staff di tempat saya mengajar menerjemahkan ”Laki-laki apaan” menjadi ”What a man!”. Masya Allah.

Hehehe. Sebenarnya, penyalahgunaan tafsiran bahasa semacam itu sudah sangat seringkali saya aplikasikan ke dalam daily conversation antara saya dan teman-teman Gaby. Yeah, saya rasa ga masalah deh. Kan itung-itung menerapkan mata kuliah Sociolingusitics toh? *hehe, maksa neh yea*. Saya yakin pula, penggunaan bahasa, baik itu Bahasa Indonesia apalagi bahasa asing, bahasa tutur atau bahasa tulis, masih banyak diacak-acak. Salah satu pengacaknya, barangkali ya saya ini. Yeah, emang enak yah play-play bahasa hahaha.

Tuesday, 30 October 2007

WAIT FOR MARCH

What a hectic day! But happiness still flow slowly but sure as the time goes by. Amazing day. However, it’s not been really full day of October 30. I’m, as usual, in the middle of the nite after playing a bit with some nice task and interesting duty dealing with this lovely notebook ;)

I think I’d like to go flashback, just a flash.

..karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti orang mati, nyalanya adalah nyala api. Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya..

Maka, haruskan kita tenggelam ke dalamnya? Atau hanyut saja? Lewati sungai itu, dengan bahagia. Atau, biarkan sebuah perahu jadi tempat untuk menunggu? Lagi dan lagi, menunggu yang menyenangkan. Sungguh, menyenangkan. Karena banyak tiupan angin segarkan wajah sampai ke hati.

What a nice thing to wait!


When uncountable wind slaps me gently in my waiting time, nothing to compare it to! Even ice cream names Conello can’t beat the beauty of this amazing waiting!

Just Michael Buble as the symbol of the Beauty of July, maybe, which is able to beat. However, waiting for March while listening the beauty of July, isn’t it a great idea?

Berkas Liburan Lebaran

Oh ya, saya lupa untuk berbagi sedikit liburan Idul Fitri yang lalu ke teman-teman. Ada beberapa gambar juga loh ^_^.

On the way hometown of my father and mother, listening to the music, Buble still My Everything.



Ternyata, sampai di tanah airnya bapak ibu saya, hmmm indah juga melihat sebuah ciptaan anugerah Allah yang luar, sebuah bukit batu hitam gelap yang dinamai bukit kelam, tampak dari kejauhan.









Jelang senja, makin indah aja deh bukit kelamnya.


Meskipun Sungai Kapuas yang ada tepat di depan rumah ortunya orang tua sa
ya *kakek, susah banget sih hehe* sudah tercemar merkuri, sampah-sampah, dan zat-zat lain yang sesungguhnya tak layak berada di sungai terpanjang di Indonesia itu, namun banyak juga anak kecil ’kehausan’ air sungai. Tidak mereka telan ke mulut, namun mereka basahi badan dan bersenang-senang di sana.



Rasanya, ikan-ikan dalam sungai pun tak ada pilihan lain untuk menepi dari Sungai Kapuas dengan cemarannya. Tertangkap nelayan, yaah barangkali sudah saatnya dimakan deh kan, ikan :).


Segini aja deh kayaknya. Koleksi foto-foto liburan bersampan lainnya, langsung mampir ke second account friendster saya aja.

Sunday, 28 October 2007

Je t'aime and me

It’s not really damn cold nite to say. But I always say that fever or headache or influenza or something like that is just a sugesty. It’s not a real disease. Don’t feel it, so you will not feel it. Simple, right? If you do not wanna be sick, why should you say that you are going to be sick? I am not going to have fever coz I dun wanna leave my beloved broadcasting time. Fever means no working, no going to campus, no teaching. Yea, I’ve told that here and here also.

However, the fluctuated feeling that these days in me, slowly but sure become a bit stable. Just a bit. Really a bit. I didn’t listen any statement but just Je t’aime came out from a short message service from one I need to say it straight to the point.

I will not let myself hurt anymore, of course. I also have no heart to hurt one who has no heart to hurt me. I am willing to wait till I find no more boundaries between.

Saturday, 27 October 2007

Berbuat Baiklah

Kebaikan yang kita lakukan bukanlah untuk orang lain, namun untuk diri kita sendiri.

(Mama, Oktober 10 2007)

Kalimat untuk muncul saat saya bercerita pada Mama tentang seorang atasan yang tega tidak membagikan hak karyawannya jelang Idul Fitri. Bukan siapa-siapa sang karyawan, melainkan sahabat Gaby saya. Sakit hati sahabat pun kami rasakan bersama. Hingga saatnya istri atasan saya itu melahirkan, tak seorang pun sepertinya yang tergerak hatinya maupun tergerak sepeda motornya untuk mampir melihat bayi pertamanya pak bos. Hanya beberapa rangkaian doa saja yang ikhlas dikirimi lewat SMS oleh beberapa orang teman, saya pula.

Fenomena berbeda terjadi saat sahabat saya, Rena Mardita, melahirkan anak pertamanya. Bukan karena Rena adalah sahabat, lantas kami berkewajiban untuk mampir melihat bayi pertamanya. Namun lebih karena ketika dia bersahabat dengan kami, beragam kebaikan yang telah dilakukan sehingga kebaikannya itulah yang mengantarkan saya dan teman-teman ke rumah sakit bersalin tempat dia melahirkan. Alangkah indah ketika kebaikan kepada orang lain mengantarkan hal yang sama untuk diri kita.

Kasus atasan saya, yang seakan-akan menganiaya karyawannya, terjadi setelah dia sekian lama bersikap sangat baik kepada kami. Sayang sekali. Susu yang sebelanga sudah diraciknya sendiri itu, harus rusak akibat setitik nila buatannya sendiri *dan sebagian besar buatan keluarganya pula*. Sungguh sayang. Akibat ketidak baikan yang terasa di akhir-akhir episode, melenyapkan kesempatan untuk diperlakukan semanis susu.

Maka, berbuat baiklah kepada siapa saja, kapan saja. Kebaikan itu sesungguhnya bukan untuk orang lain, namun akan kembali kepada si pembuat kebaikan itu pula.

Friday, 26 October 2007

welcomeback!

Masih ada beberapa postingan untuk di publish di blog saya tercinta ini. Namun, sepertinya kesibukan membuat saya tidak bisa benar-benar memaksimalkan waktu yang saya punya untuk sekedar posting tulisan. *DUH, sok sibuk hahah*.


Jadi, sementara ini silahkan mampir ke sini dulu deh yea.

Saturday, 20 October 2007

Need this?

Akhir pekan, liburan, tetap saja pekerjaan adalah sang kesayangan. Pyuwh. *mengeluh terus aja din, capenya bakalan makin terasa!*.

Ingin sekali tidak menyangka bahwa hari ini adalah hari Jumat. Sebuah hari yang selalu saya sebut-sebut sebagai hari jelang akhir pekan. Akhir pekan, artinya bekerja dan rapat. Belum libur lagi seperti hari-hari-hari *karena saya sempat liburan 3 hari* kemarin. Betapa menyenangkannya berlibur, dengan pikiran yang tetap terbebani hal-hal yang belum usai dalam kepala ini.

Ya ampun! Masya Allah. Senangkah atau bingungkah dengan rapat kian kemari yang tentu saja akan membuat saya semakin pusing? Yeah, berkaca pada iklan rokok itu saja: Pikiran Uangnya, jangan pikirin Pusingnya. Yup. Saya sedang butuh uang puluhan juta rupiah saat ini, demi terlaksananya sebuah event yang saya ketuai. Akankah puluhan juta terkumpul dalam waktu 3 bulan dari kantong orang-orang dermawan?

Duh, sudah ah. Kenapa saya jadi menulis tentang uang puluhan juta itu? Malam ini kan saya seharusnya mendeskripsikan betapa bahagianya saya menghabiskan waktu seharian dengan sahabat saya tercinta, Itsna Isyri Ramadhani. Saya tidak bisa banyak deskripsi dalam keadaan dingin dan lelah seperti sekarang. Saya hanya bisa berkata, bertemu Itsna seperti saya mendapatkan kehangatan dari Michael Buble yang Everything.

Thursday, 11 October 2007

Off juga


Setelah beberapa blogger menyatakan diri untuk off sementara waktu, sepertinya saya juga akan berlaku demikian. Cape juga yah ngeblog setiap hari *pyuuuuwh*.

Sekalian deh, mumpung jelang Idul Fitri nih. I would like to say MINAL AIDIN WAL FAIDZIN, maaf lahir bathin untuk semua pengunjung blog thekupu. Maaf ya kalo ada salah-salah ketik. Kesalahan-kesalahan itu adalah pertanda bahwa saya manusia.

Wednesday, 10 October 2007

Pria BUNCIT, mapan atau busung lapar?

Obrolan ringan sore tadi menggelitik jari ini untuk membuat tulisan berjudul di atas. Haha. Sebelumnya, marilah kita lihat *terutama para pria* buncitkah perut Anda? Jika ya, maafkan saya jika Anda tersinggung.

Maka, menjawab judul di atas, menurut saya perut buncit belum tentu mapan dan bukan berarti busung lapar. Judul tersebut tercetus hanya untuk mengguyon rekan saya yang perutnya buncit sehingga baju yang seharusnya datar di wilayah perut, malah membentuk setengah lingkaran seperti orang hamil saja! Di dalihkan bahwa perut buncit adalah tanda pria mapan, saya pun mengguraunya dengan berkata bahwa buncitnya dia itu pertanda busung lapar *hehe, maaf ya penyiar favoritku, peaceee*.

Secara dunia nyata, setiap hari saya melihat perut yang setengah lingkaran itu di rumah saya: Bapak tercinta. Ya, Bapak memang pria mapan, bukan busung lapar. Namun, pria mapan versi saya dalam tulisan ini bukan pria mapan yang sudah menikah dan punya anak seorang wanita *cantik* dewasa seperti saya ini. Pria mapan yang sedang saya bicarakan adalah pria yang dikategorikan telah mapan di mata wanita *cantik atau tidak cantik* yang ingin mencari pasangan hidup. Benarkah perut buncit adalah salah satu tanda bahwa sang pria tersebut mapan?

Logikanya, saya beranggapan bahwa jika si pria berperut buncit, itu artinya pria tersebut memenuhi kebutuhan gizinya dengan maksimal. Namun secara rasa dan estetika, jujur ya, saya sedikit agak ilfil *ilank filing bo’* melihat perut buncit yang bisa merusak penampilan *kecuali perutnya Indra Bekti yang malah bikin gemes*. Kenapa harus ilfil? Ya iyalah. Dalam pikiran saya, ketika pria tersebut buncit, maka itu berarti si pria seneng makan *bahasa jujurnya: rakus*, tapi males olahraga. Pantesan aja buncit kan?

Lantas pria buncit pun saya hubungkan dengan om-om berduit yang sudah bosan dengan istrinya di rumah. Om-om yang istrinya cuma bisa morotin duitnya tapi tidak memberikan kepuasan jasmani ruhani si om. Nah, mungkinkan orang buncit karena stress ya? Waah jangan donk. Bapak saya kan buncit. Masa sih ibu saya ngga memenuhi kebutuhan jasmani ruhani bapak saya. Ya ngga lah. Bapak saya sebenernya ngga buncit, tapi bulet *ampuuun paak*. Kebuletan itulah pertanda bapak makmur gyehehehe.

Anyway, kembali ke kasus buncit yang katanya pertanda mapan, saya tetap berkeyakinan bahwa pria buncit bukan berarti mapan, namun cenderung males olahraga. Anggapan saya ini dengan landasan fakta dan bukti-bukti nyata di depan mata berupa beberapa pria berperut buncit di kantor, kampus, dan sebagian teman dekat. Mereka sama sekali tidak busung lapar, dan tidak pula mapan. Busung lapar apanya. Makan aja bisa sampe 5 kali sehari, gimana bisa busung lapar.

Jadi wahai pria buncit maupun tidak buncit *dan juga wanita-wanita buncit, termasuk saya juga deh kayaknya*, mari kita olahraga yuk. Sit up paling tidak 3 kali seminggu. Mudah-mudahan bisa merampingkan perut yang buncit. Atau ada cara lain untuk merampingkan si buncit?

Tuesday, 9 October 2007

Si Ungu dan Kekasih Gelapnya


Kumencintaimu... lebih dari apapun
Meskipun engkau hanya, kekasih gelapku...



Sebagian lirik Ungu di lagu barunya *tidak terlalu baru sih, sudah saya dengar sekitar bulan Juli lalu* mau tidak mau mengantarkan saya untuk sedikit berargumen. Lagu-lagu Ungu sudah seringkali saya dengar sejak SMP. Debut pertama mereka, kalau tidak salah, saya jadikan salah satu lagu untuk drama parodi ketika manggung dengan teman-teman untuk acara perpisahan sekolah. Beberapa tahun kemudian, saya mendengar kabar bahwa Ungu mengeluarkan album religi Islam.

Sebenarnya tulisan ini tidak akan ada kalau saja siang tadi tidak terlintas dalam pikiran saya mengenai perkataan salah seorang teman tentang lagu Andra & The Backbone berjudul Sempurna. Menurut teman saya, Andra mengaku bahwa lagu Sempurna sebenarnya bukan ditujukan untuk kekasih, namun kepada Tuhan. Lirik dalam lagu tersebut terlalu tinggi untuk dinyanyikan buat kekasih. Maka, cukup banyaklah pendengar di radio tempat saya siaran yang sepertinya salah sangka dengan merikwes lagu itu dan mengirimkannya untuk kekasih mereka.

Nah, dengan lintasan pikiran itu dia, saya tak sengaja menyenandungkan lagu Ungu berjudul Kekasih Gelap. Lucu rasanya. Ungu yang punya 2 album lagu rohani *benar kan, ada 2?* berisi pertobatan, pengakuan dosa kepada Tuhan, namun masih juga terus menerus berdosa dengan memiliki kekasih gelap. Barangkali hanya lagu sih ya. Tapi kan, lagu itu setidaknya sudah memberi ’lampu hijau’ untuk mereka yang memang punya kekasih gelap. Yeah, tau sendiri kan kalo ada beberapa orang yang suka dan seringkali menghubungkan kisah kehidupan mereka dengan lirik lagu yang cocok. Saya aja begitu kok. Makanya, menurut saya, Ungu ini termasuk yang mengakomodir pembenaran terhadap kepemilikan kekasih gelap, siapapun itu.

Jelas saja saya tidak setuju. Namun, agak kasihan juga sih dengan si kekasih gelap. Katakanlah benar, Ungu memiliki kekasih gelap. Sungguh kasihan si kekasih gelap, karena dia disayangi melebihi APAPUN, bukan SIAPAPUN. Si kekasih gelap memang sama sekali tidak pantas disayangi lebih dari SIAPAPUN, karena Ungu pastilah menyayangi SIAPA (baca: ALLAH SWT) melebihi siapapun lewat lirik lagu rohani yang mereka tulis. Namun, kalau dibandingkan dengan APA, jelas saja si kekasih tidak pantas. Masa kekasih dibandingkan dengan barang? Waaah, berarti rendah banget kan derajat si kekasih gelap di mata Ungu? Iya jelas, karena perbandingannya hanya APA, bukan SIAPA *dalam artian kekasih asli atau kekasih terang Ungu*.

Rasa kasihan saya untuk si kekasih gelap tidak hanya di situ saja. Derajat kekasih gelap bagi Ungu masih tidak setinggi kekasih terangnya. Perhatikan lirik Meskipun engkau hanya, kekasih gelapku... Izinkan saya menebalkan kata hanya. Well, mengerti kan maksud saya? HANYA, artinya sekedar, cuman, saja, just, only, sebuah kata keterangan yang artinya tidak lebih, no more or no less. Bayangkan wahai kekasih gelap. Masa sih masih mau jadi kekasih gelap? Idiiih. Putus aja deh. Kayak pria HANYA dia aja di dunia ini. Cari yang jelas-jelas aja, jangan mau jadi yang gelap. Sudah cukup gelap negara ini akibat mati lampu *terutama di Pontianak tercinta*.

Cukuplah. Saya rasa kekasih gelapnya Ungu sekarang *maupun kekasih gelap orang lain* sudah cukup mendapatkan ’keterangan’ untuk keluar dari ’kegelapan’ tersebut.

diary baruku

Hmmm, alhamdulillah ternyata hujan siang tadi benar-benar berkah. Berkat hujan, kaki saya melangkah ke TB Gramedia. Membiarkan mata saya bermanja-manja dengan ratusan ribu buku yang barangkali tidak saya beli, namun saya lirik dan saya baca sebagian halamannya. Hujan siang ini pulalah yang mengantarkan saya pada sekumpulan halaman, hampir penuh berisi hewan cantik kesukaan saya!

Berulang kali saya balik halaman diary baru saya: sebuah diary cantik *dalam pandangan mata seorang pencinta kupu-kupu*. Diary terbitan DAR! Mizan, penulisnya Bambang Q-Anees. Diary yang tidak sekedar kertas-kertas kosong saja. Warna-warna cerah mengalihkan pandangan saya dari sebuah buku yang sudah setengah halaman saya baca, sebuah buku karangan Irfan Amalee berjudul Boleh Dogn Salah. Setelah berniat membeli buku tersebut, mata saya tertuju pada diary yang baru saja saya letakkan dengan hela nafas lega karena berhasil memilikinya. Sebuah diary berjudul Metamorpho-self, Diary 365.

Sampul depannya begitu berwarna. Membuat tangan saya tidak kuasa tertahan untuk tidak membuka lembar-lembar halamannya. Lantas hati saya kontan girang demi melihat seonggok *bah, macam kotoran saja pake onggok!* tebaran kupu-kupu di halaman diary yang penuh warna ini. Dengan begitu banyak kata-kata dan kalimat pembangkit semangat, seakan menyatu dengan isi kepala saya siang tadi. Subhanallah. Ditambah lagi, diary ini berisi nasihat Islami, berpadu dengan kebutuhan duniawi yang rasanya: dinie banget deh! Masa saya tega mengasihani diri saya pulang dengan menyesal tanpa membeli diary ini?

Sekarang saya puas, saya sudah memiliki diary itu. Walaupun barangkali agak sedikit terlambat membelinya, karena hari ini sudah Oktober, artinya 2 bulan lagi menuju Tahun Baru. Namun tak mengapa, karena ternyata di diary yang saya beli, tidak mencetak tahun 2007 sehingga itu berarti, sampai tahun depan saya masih bisa tulis-tulis bebas di diary ini nanti. Waaah senangnya. Diary seperti inilah yang saya inginkan sebagai hadiah ulang tahun. Tapi saya senang sudah membelinya dengan uang sendiri. *Berarti inilah hadiah ulang tahun untuk saya, walaupun sudah telat 3 bulan hehe kayak hamil aja*.


Alhamdulillah. Saya sangat senang. Optimis saya sekarang pelan-pelan mulai muncul. Rasa optimis untuk melangkah ke depan dalam rangka menjadi ketua panitia event nanti. Waaah, Allah memang hebat memacu semangat saya lewat sebuah diary mungil yang tak lepas dari kalimatNya pula. Thank You, Allah.

Sunday, 7 October 2007

Tolong Bina, bukan Binasakan

Well, Alhamdulillah malam ini saya dan teman-teman menikmati akhir pekan menyenangkan di tepi sungai dalam keremangan indah namun silau. Hehe, silau? Maksudnyaaaa... yeah silau oleh blitz kamera digital salah seorang teman yang narsis *walaupun sebenarnya kami semua narsis sih*. Ber-7 malam ini, sepertinya lumayan menarik perhatian khalayak juga karena kami satu-satunya rombongan wanita berjilbab yang nongkrong di kafe. Apalagi, jilbab saya dan teman-teman bukan jilbab gaul, melainkan jilbab yang ditutupkan sampai ke dada.

Apakah terlihat aneh ya ketika para akhwat bercengkerama di kafe begitu? Setau saya sih, berikhtilat dalam Islam memang tidak boleh, dilarang. Namun, lokasi duduk saya dan teman-teman malam ini sepertinya tidak mengindikasikan ikhtilat apalagi khalwat. Anyway, saya yakin bahwa semuanya tergantung niat. Saya dan teman-teman tidak menjadikan kafe tadi sebagai tempat maksiat. Alhamdulillah pula, tidak ada maksiat yang bisa kami saksikan malam ini. Hmmm, barangkali peluang bagus juga ya untuk saya dan rekan-rekan Gaby, berpikir tentang berbisnis kafe, khusus akhwat yang ceria dan butuh refresing pula hehe.

Stress saya lepas. Debar saya karena menjadi ketua panitia sebuah event bernama English Pintar pelan-pelan turun seiring tawa yang muncul bersama teman-teman yang sungguh kompak ’menggila’. Menjadi ketua panita, sebuah event yang sangat ingin saya saksikan eksistensinya, sebuah tantangan untuk saya, namun juga suatu tanggung jawab yang bisa mendebarkan jantung saya. Apalagi, ditambah dengan beberapa bibir manis yang saya tak tau apa tujuannya. Ikut campur, peduli, memojokkan, atau ingin memprovokasi, entahlah. Barangkali mereka peduli, namun cara yang muncul ke permukaan memunculkan argumen seakan mereka ingin menyulut api emosi. Nah, nambah lagi kan tantangan dan cobaan saya. Masya Allah.

Terima kasih wahai bibir-bibir manis. Ucapan dari bibir tersebutlah yang akan menjadi noda dalam kepanitiaan saya dan teman-teman setia saya. Ga ada noda ya ga belajar. Terima kasih. Berkat noda dari kalian, wahai pemilik bibir manis, maka saya dan teman-teman mendapatkan kesempatan untuk belajar.

Kapan ujiannya? Jadi, kalau bisa jangan terus menerus menabur noda ya. Sekali-sekali, dukung kami dengan membeli pemutih atau detergen sehingga keberadaan bibir manis itu tidak sekedar meninggalkan noda, tapi bisa benar-benar menjadi PENASEHAT YANG MEMBINA, bukan penasehat yang MEMBINASAKAN.

Saturday, 6 October 2007

temanku keluargaku

This Saturday, I and my friends –Gaby the crazy—have already planned to have breakfasting together in one cafe nearby Kapuas River. It’s been along time for me didn’t spend my time hanging out with friends and have fun. So, I consider to just skipping home breakfasting with almost my whole big family. Sometimes, in some certain cases, friends are much more worthy than family.

Kenapa? Magrib kemarin, Ibu saya berkata bahwa ketika sedang kesulitan, keluarga akan membantu. Dalam situasi terjepit, seperti terkena musibah, keluarga akan jadi orang yang paling peduli. Tapi sayangnya, hal ini tidak begitu saya rasakan secara mendalam. Bukan berarti keluarga saya tidak membantu saat saya sedang sibuk atau terjepit, namun keluarga saya selalu kalah langkah mengulurkan bantuan. Sangat jarang sekali saya menemukan orang berkata, “Dia keluarga saya, sudah seperti teman sendiri.”. Namun seringkali saya mendengar orang-orang berkata, ”Oh, dia teman dekat saya, sudah seperti keluarga sendiri.” Dan tidak sekedar kalimat, namun dengan implementasi yang bisa dipertanggung jawabkan pula.

Nah, itulah yang saya jadikan alasan utama untuk tetap hang out dengan teman-teman saya akhir pekan nanti. Di kampus saja, tidak cukup untuk meluangkan waktu kami yang berharga demi sebuah kebersamaan. Beda rasanya. Waktu kosong saat menunggu kehadiran dosen di kampus, dengan waktu kosong yang sengaja kami luangkan untuk bersama-sama sungguh kentara sekali bedanya. Walaupun kegilaan yang dituangkan selalu saja hampir serupa di setiap acara, namun kekhususan waktu yang sengaja dicari akan menambah makna kebersamaan saya dan teman-teman. Merekalah teman saya, yang sudah seperti keluarga saya sendiri.

Untuk itu saya berdoa, semoga persahabatan ini tidak melenakan saya. Semoga kepercayaan yang mengalir tidak membuat kami menjadi lupa. Semoga tawa yang setiap hari tercipta benar-benar menjadi warna indah yang padu, menghilangkan semua yang abu-abu.

Thursday, 4 October 2007

Gaby - Gank Budak Intelek *haha*

Puasa ke 20, selepas kuliah saya dan teman-teman (yang akhir-akhir ini mendeklarasikan diri secara tidak formal dengan sebutan GABY) memilih untuk menghabiskan waktu dan tenaga dengan bertualang ke Mal. Petualangan yang menarik. Perginya bertujuh, tapi pulangnya sendiri-sendiri. Iya, soalnya kita bawa sepeda motor masing-masing, dan punya keperluan masing-masing yang berbeda pula. Hmmm, memang susah saat wanita-wanita yang sok karir cari waktu yang pas untuk ngumpul sama-sama.

Kaki-kaki yang sebenarnya sudah pegal itu memutuskan untuk masuk ke pusat perbelanjaan berisi pakaian-pakaian dan sepatu. Menuju tempat bernama Matahari Department Store, kami bertujuh pun memulai petualangan. Pola belanja yang macam-macam, bikin saya geleng-geleng kepala. Lamaaaa banget nangkring di stand sepatu, consider buat yang bertali atau yang engga, eeeh akhirnya pilih yang pertama diambil juga. Pyuuuwh. Untung aja beli. Kalo ga jadi beli kan kasian Mbak SPG-nya. Ulah wanita yang lagi kena sindrom ’males pulang ke rumah, pengen belanja’, begitulah dia.

Ternyata, saya dan teman-teman memang bukan tipe orang yang sangat menjunjung tinggi nilai dan azas fashionable. Buktinya, kita semua ngga betah berlama-lama di MDS, melainkan langsung bergerak ke Toko Buku Gramedia. Wah, saya kan kalau udah di toko buku, apalagi kalo di Gramedia, bawaannya jadi males keluar Mal. Suka lupa waktu. Baca gratis di Gramedia, duduk di lantai lesehan udah kayak di rumah sendiri aja hehe. Kenikmatan yang beda ketika ngelantai (maksudnya duduk di lantai) dengan teman-teman, bisa membaca sambil mengomentari isi buku.

Bersahabat memang indah. Saya merasakan semangat persahabatan lagi hari ini. Sebuah persahabatan yang selalu saja unik. Kadang, cela caci hina di mata orang lain menjadi sebuah guyon tanpa menimbulkan atmosfer yang dapat merusak suasana hati. Kadang, hal-hal kecil yang tak perlu dikomentari menjadi begitu penting untuk dibahas dalam forum ’besar’. Sebuah persahabatan yang sangat menyenangkan. Tidak membuat saya lupa diri, menjaga saya untuk tetap berjalan di jalur yang benar, tanpa keluar dari garis cakrawala.

Sahabat-sahabatku, tetaplah menjadi sahabatku. Dengan identitas kalian masing-masing, tanpa perlu bertukar KTP hehe.

Tuesday, 2 October 2007

Minderkah Anda?

Idul Fitri sebentar lagi. THR sudah dibagi-bagi. Tapi saya males ah ngomongin THR melulu. Kasian perusahaan-perusahaan yang tersindir, yang tak sanggup membayar karyawannya dengan THR yang layak. Kasian pula beberapa karyawan yang meringis bingung dengan nominal THR yang seakan sedang puasa satu bulan *HEH! Katanya ga mau ngomongin THR, ya udah jangan disinggung!*. Oke, deh oke. Mari bicara tentang hal lain, dan kalau bisa jangan tentang mati lampu lagi. Yang itu juga sudah bosen. Kasian PLN, Perusahaan Negara yang barangkali juga butuh menjadi manusia, punya rasa punya hati, lelah tiap hari dicaci dan dimaki.

Barusan saja terlintas dalam benak saya tentang acara ngumpul blogger community bernama pesta blogger. Temen saya, Puspa Hanandhita, mengabari saya bahwa akan ada pertemuan para blogger se-Indonesia di Jakarta 27 Oktober 2007 nanti. Info lengkapnya silahkan ke sini atau di sini kalo ga salah itu alamatnya. Coba aja.

Nah, bicara tentang pertemuan itu tuh, blogger se-Indonesia, apakah saya termasuk blogger pula? Rasanya ga pantes deh. Melihat blog-blog lain dari blogrolling teman-teman via dunia maya ini, muncul perasaan minder aja. Blog saya tidak sekeran blog teman-teman. Blog thekupu ini tercipta secara iseng, ketika saya butuh tempat untuk menuangkan tulisan-tulisan saya selama bertahun-tahun sejak saya SMA. Dulunya saya pernah bikin 2 blog, berwarna pink juga. Saya sudah lupa username dan passwordnya, sehingga tak pernah lagi saya urus. Makanya, ketika saya ada waktu luang, saya sempatkan untuk ngeblog, bikin blog baru lagi.

Sekedar coba-coba gerakkan jari-jari di keyboard, klik ini itu lewat tangan kanan ini, mampir ke situs sana dan sini, copy dan paste, selesailah. Rasanya segitu saja proses saya berkreasi dengan blog ini. Masih cetek. Perasaan minder saya langsung muncul saat Puspa ngabari akan ada pertemuan blogger se-Indonesia di Jakarta nanti. Saya membatin, ”Count me out, I do not deserve to be one of them.”

Minder, tidak pede. Manusiawi tidak ya?

Itulah dia yang akan saya tulis sekarang. Tentang minder dan tidak pede.

Sebelumnya, izinkan saya membela diri karena memiliki rasa minder dan tidak pede untuk kasus blogger se-Indonesia ini. Saya merasa bahwa saya pantas untuk minder. Namun, saya sebenarnya sangat tidak suka dengan orang yang sering ke’minder’an, terlalu tidak pede dan terlalu sering merasa diri tidak pantas di antara jutaan umat manusia. *Eh, minder saya pantes loh ya à membela diri atau menusuk diri sendiri sih?*. Iya, sungguh saya tidak suka. Tapi, apa itu minder? Apakah minder itu tempat untuk menaruh kertas file? *beuuh, itu Binder euy bindeer*. Oke, ayo main bahasa.

Minder, dilihat dari sisi Bahasa Inggris, rasanya berasal dari kata ’Mind’. Diberikan suffix ’er’, menjadi noun, sehingga berarti ’Pemikir’. Namun, kalau dipindahkan ke Bahasa Indonesia, minder tidak lagi berfungsi sebagai noun, namun beralih fungsi menjadi adjective alias kata sifat. Ditilik dari kegunaannya, minder dinyatakan ketika ada seorang atau sekumpulan orang yang memelihara perasaan kurang percaya diri, cenderung ke arah rendah diri terhadap suatu individu atau suatu kelompok. Berbagai macam alasan yang menyebabkan manusia menjadi minder. Alasan paling kuat adalah rasa tidak percaya diri yang muncul akibat perasaan tidak memiliki apa yang dimiliki oleh orang yang diminderi *nah, sekarang mindernya sudah berubah fungsi lagi menjadi kata kerja, hehe main bahasa memang asik*.

Memperhatikan alasan minder yang paling kuat, yaitu tidak percaya diri, lalu berakibat pada rasa rendah diri, maka bisa disimpulkan bahwa minder bukanlah sifat yang layak dipelihara lebih lama lagi. Bukankah kita tidak dianjurkan untuk rendah diri? Bukankah rendah diri hanya kepada Allah saja, tidak kepada sesama manusia? Kalau rendah hati, iya harus. Tapi kalau rendah diri, waaah jangan terlalu lama dieram dalam diri, nanti capek sendiri.

Jadi, apakah saya sekarang masih rendah diri ya tentang blogger se-Indonesia itu? Hmmm, ada keinginan, tapi ke Jakarta sendirian kan sama aja nganterin jiwa raga dan harta *nah, kalo yang ini namanya shu’udzan ya?*. Belum beranak sudah ditimang, bagai menegakkan benang basah, tak ada gading yang tak retak, hehe hari ini semangat lingustic sedang mengalir dalam dada.

Ya sudah lah. Minder atau tidak minder, itu pilihan semua orang. Rendah diri itu kadang perlu, demi menjaga sifat sombong supaya tidak keluar dari koridornya. Saya kadang-kadang masih merasa bahwa diri ini terlalu sombong untuk ukuran manusia biasa. Izinkan saya minder hari ini.

Sunday, 30 September 2007

THR, kemana kau kuposkan?

Berkah dan rahmat Allah begitu banyak turun di Ramadhan setiap tahun. Rasanya semua orang setuju bahwa Tunjangan Hari Raya atau THR adalah salah satu berkah Ramadhan yang tak terelakkan. THR dari atasan, meskipun tak sebanding dengan THR berupa hidayah dan rahmat dari Allah SWT, tetaplah bisa melenakan dan membuat sebagian orang pusing dan bingung. THR-nya mau diposkan di mana ya?

Pusing, karena seakan rob Bill to pay Paul. Gali lubang tutup lubang. Uang THR-nya habis untuk bayar hutang. Sedangkan kebutuhan lebaran *baik yang sangat penting sampai yang tidak penting* belum sempat dijamahkan dengan uang THR. Jadi gimana nih? Ya begitu lagi, rob Bill to pay Paul. Sedih. Tunggu gajian bulan depan lagi baru bisa hutangnya lunas.

Bingung, karena rumah belum di cat. Jendela dan pintu harus segera diganti. Karpet umurnya udah menahun banget. Belum lagi pagar depan yang mulai berkarat. Waduuuh, yang mana duluan ya? Dinding ruang tamu juga sudah mulai mengelupas cat dasarnya. Belum tentu nih THR-nya cukup.

Pusing lagi, anak ada 3, semuanya minta baju baru dan sepatu baru. Istri ada 1. Walaupun satu-satunya, tapi minta budget buat panganan untuk lebaran nanti, lebih dari 1 jenis. *Kasian banget si suami ya?*. Aaaargh, ga usah dapat THR aja supaya ga pusing!

Ya ampuuun. Apa ada ya kepusingan dan kebingungan seperti itu terjadi di dunia nyata tanpa saya pernah melihat langsung kejadian sebenarnya?

Ya udah deh. Daripada pusing mikirin THR, lebih baik untuk semua yang sudah dapat THR, ayo segera sedekahkan 2,5% untuk yang berhak. Sesudah memberi kepada yang berhak, maka poskanlah dengan tenang dan tidak terburu-buru. Hati-hati, THR bisa menjadi sumber bencana jika kita tidak bijak menyikapinya! *Blebh, kayak kampanye apaan gitu ya hehe*

THR --> Tanggungan Hidup Rakyat

Bulan Ramadhan disambut dengan penuh sukacita. Karena Ramadhan mengandung banyak keistimewaan dari Allah. Keistimewaan malam tarawihnya sudah pernah saya singgung di blog ini. Pun barangkali, keistimewaan lain tentang bulan Ramadhan sudah seringkali disinggung di forum-forum lain sehingga saya rasa tak perlu lagi saya paparkan secara merinci tentang istimewanya dan ajaibnya bulan Ramadhan.

Namun, perbolehkanlah saya singgung satu hal yang tak boleh dilupakan dan tak akan dilupakan semua karyawan di setiap pertengahan bulan Ramadhan. Tiga kata indah berjudul THR, Tunjangan Hari Raya. Tapi, mengapa judul di atas menjadi Tanggungan Hidup Rakyat? Mari kita bahas, yuk...

Berawal dari tanda tangan sana sini yang membuat saya tergelitik untuk membahas tentang THR. Mampir ke sini, ”Mbak Dini, tanda tangan dulu”. Di SMSi, ”Dini, ke sini untuk tanda tangan beramplop ya”. ”Tanda tangan di sini, yang ini buat jajan”. Kira-kira seperti itulah. Berlanjut pada beberapa perbedaan nominal besarnya THR dan jangka waktu bekerja di sebuah lembaga, sehingga saya ingin sekali menulis tentang THR.


Seorang teman, bekerja di lembaga yang sama dengan saya, belum genap 3 bulan, mendapatkan nominal yang sama untuk ’uang jajan’ dengan nominal yang saya dapatkan. Seakan saya ini adalah seorang hamba Allah dan karyawan suatu lembaga yang tidak pandai bersyukur, namun rasanya patutlah saya sedikit kecewa dengan ’keadilan’ yang terjadi dalam ’lembaga menyenangkan’ tempat saya bekerja. Apakah saya akan menganiaya pikiran saya sendiri jika saya berpikir bahwa pemilik ’lembaga menyenangkan’ tersebut menganiaya saya (lagi)? Kata orang-orang, kita harus bersyukur. Dizholimi terus-terusan juga bersyukurlah, dan berdoalah maka doa Insya Allah terkabul. Apalagi di bulan penuh berkah ini.


Nah, maka bertanya-tanyalah saya dalam hati dan kepala. Apakah nominal ’uang jajan’ tersebut didasarkan pada tanggungan hidup rakyat sehingga diberi nama ’Uang Jajan’ bukan THR? Atau masih belum siap berjalan sebagai sebuah lembaga sehingga tidak bisa memunculkan THR yang sungguh-sungguh Tunjangan Hari Raya atas dasar pertimbangan Tanggungan Hidup Rakyat yang semuanya belum menikah dan belum akan menafkahi anak istri serta diri? Rasanya sih seperti itu. Karena kalau dilihat-lihat, saya dan semua teman disamaratakan tanpa dipandang status panjangnya jangka kerja di ’lembaga menyenangkan’ tersebut. Lagi-lagi, saya yang merasa dizholimi ya?


Tapi sudahlah. Kenapa jadi tidak bersyukur begini? Lagipula bukan itu fokus Tanggungan Hidup Rakyat saya di tulisan kali ini. Ada hal lain yang lebih menarik lagi untuk dibahas, masih tentang THR, Tunjangan Hari Raya yang menyenangkan dari lembaga-lembaga lain yang jauh lebih menyenangkan dan menjanjikan. Tidak di halaman ini. Ayo pindah ke halaman baru.

Poem


I read aloud my poem in front of the rest of the class in today poetry class. I wrote it this dawn, about 1 pm. My lecturer asked us to write a pray, then I wrote it, purely from my mind.


Pray, I do the prayer.

I say the pray every single night, every single day to You, my Lord.

The first thing to hope from You is making me as a thankful sleeve.

A thankful woman to be able in expressing this gratitude.

That You’ve given me such a nice thing names family.

That You’ve given me a priceless thing names friendship.

That You’ve given me so much responsibility.

Then You gather them into one and let them in me to keep.

Sometimes I can’t set myself to be humble

I state my wishes but I gabble

Eventhough understanding my heart You are able

However, I shouldn’t make my pray as a gamble

I was ignorant, and am!

Please, slap me God. I deserve for it.

Spread me out from this world just gimme a bit.

I still need to be thankful. That is my aim.

No applause, tough. Just a bit ‘ehem’ from some friends before reading my poem aloud. Anyway, the poem above is really pure from me, about myself, absolutely me, not whoever.

Saturday, 29 September 2007

Koperasi atau Organisasi?

Berorganisasi di kampus memang begitu menyenangkan. Mahasiswa yang tidak berorganisasi atau sekedar kuliah saja dianggap tidak memanfaatkan ’masa emas’ mereka. Setuju, saya sangat setuju. Saya sendiri berorganisasi dengan sangat bahagia di kampus tercinta. Organisasi membuka jalan pikiran kita. Organisasi membimbing mahasiswa menjadi lebih kritis di kelas, namun tetap beretika. Organisasi menjadi jalan tempat mahasiswa beraspirasi saat ada hal-hal janggal terjadi di kampus. Nyaris, organisasi menjembatani segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan ’dunia atas’ (baca: jurusan, fakultas, maupun universitas). Bahkan, organisasi pula lah yang menjadi media awal diletakkannya aspirasi rakyat kecil menjadi sebuah konsiderasi yang layak dipertimbangkan.


Di dalam sebuah organisasi, sejauh yang saya jalani, saya mengenal apa yang disebut sebagai Ketua atau Direktur, Sekretaris, Bendahara, beberapa Manager Divisi dan staff divisi tersebut. Di organisasi yang lebih tinggi lagi, seperti BEM, saya mengenal Presiden, Wakil Presiden, Sekretaris Kabinet, dan jabatan-jabatan lain yang tak berani saya sebutkan di sini.


Saya yakin bahwa semua organisasi kampus di seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia, pasti memiliki visi dan misi. Organisasi yang baik, menurut senior saya ketika upgrading pengurus organisasi himpunan kampus, harus memiliki tujuan yang jelas. Harus ada visi dan misi yang satu. Visi dan misi yang menyatukan persepsi dari kepala-kepala berbeda. Visi dan misi yang dapat mengembangkan organisasi kampus, bukan menumbangkan!


Sayang sekali, tragis barangkali ketika menemukan sebuah organisasi malah hampir tumbang akibat terlalu mengedepankan ’prinsip kekeluargaan’ di dalamnya. Kata ’kekeluargaan’ mengingatkan saya pada pelajaran kelas 2 SMP, tentang Koperasi. Koperasi artinya terbukanya akses dan kesempatan anggotanya untuk meminjam uang dengan jumlah tertentu, dengan aturan yang jelas, dengan deadline yang dapat dipertanggung jawabkan. Itu KOPERASI. Namun jika organisasi? Apakah ’kekeluargaan’ yang diusung mewakili hati beberapa anggota untuk meng’koperasi’kannya?


Sangat bagus sekali jika kalimat ’dengan aturan yang jelas’ dan ’dengan deadline yang dapat dipertanggung jawabkan’ versi Koperasi bisa dipatuhi. Yeah, harapan tinggallah harapan ya barangkali? Benar-benar hanya harapan. Tema kekeluargaan yang bisa dikedepankan sebagai ’dalil’ untuk memunculkan sense of belonging antar anggota malah dijadikan ’dalih’ untuk hal lainnya. Saya sungguh bingung! Dan tentu saja sedih.

Kekeluargaan dalam berorganisasi itu perlu. Bahkan, seperti yang saya singgung, tema kekeluargaan bisa memicu munculnya sense of belonging bagi pengurus organisasi. Bayangkanlah sebuah organisasi yang sudah seperti keluarga sendiri. Hangat dan aman di dalamnya. Menyenangkan dan tidak ingin keluar darinya. Namun, kekeluargaan yang setengah-setengah dan sekedar menaruh idealisme untuk kepentingan sendiri rasanya tidak pantas ditempatkan di organisasi yang ingin dimajukan *katanya*. Haruslah benar-benar kekeluargaan yang fair untuk diimplementasikan dalam organisasi. Bukan kekeluargaan dalam moment tertentu saja. Omong kosong!


Saya berharap penuh untuk putusnya mata rantai otorisasi dari pihak yang tak bisa menyatu secara hati dan aspirasi. Carilah titik tengahnya. Berikan kesempatan untuk bersama menyampaikan apa yang ingin dicapai. Dengan hati yang lapang, bukan dengan emosi.

Thomas Alfa Edison

Dia adalah penemu bohlam, begitu dibanggakan semua lapisan masyarakat yang pernah mengenyam bangku pendidikan, baik formal dan non formal. Thomas Alfa Edisonlah yang membuat manusia saat ini ‘keluar dari kegelapan’. As our beloved prophet Mohammad SAW who has already brought us from the darkness into the lightness. Bedanya, kalo Nabi Muhammad membawa kita pada ‘keterangan’ dalam arti terang yang benar-benar menerangkan jiwa dan raga, sedangkan Alfa Edison membawa kita pada ‘keterangan’ yang tidak pasti!


Kenapa? Yeah, sangat terasa sekali ketidakpastian sesuatu yang berharga yang dinamakan ‘terang dari sebuah lampu’ di kota Pontianak tercinta ini. Lagi dan lagi, akibat sesuatu dan lain hal yang harus dimaklumi oleh masyarakat awam ini, kita meraba dalam gelap selama sekitar sekian tahun belakangan ini. Entah bagaimana harus menumbuhkan rasa senang dan terima kasih untuk Thomas Alfa Edison yang sudah menemukan bola lampu dengan gilang gemilang dalam kondisi seperti sekarang ini. Jujur, saya sebenarnya sudah lelah berada dalam kegelapan yang terjadwal dari pihak berwenang (dalam hal ini, siapa lagi kalau bukan PLN).


Dari pihak PT. PLN Persero sudah memberikan konfirmasi bahwa ada kerusakan terhadap ini dan itu dan entah apa itu namanya yang membuat keberadaan listrik (artinya, tidak hanya sekedar penerangan saja yang terganggu, tapi juga pendinginan *kulkas maksudnya*, penyegaran mata untuk nonton TV, dan terutama penyejukan dari AC maupun kipas angin) di Pontianak tercinta ini terhambat sampai dengan pertengahan oktober nanti. Artinya, masih sekitar 2 minggu lagi. Yah, bertahanlah untuk hidup beberapa saat tanpa listrik. Nantikan kejutan-kejutan menarik dari PLN ketika kita sedang nyaman beraktivitas, tiba-tiba lampu padam. Tolong dimaklumi wahai rakyat biasa!